Bagikan:

JAKARTA - Lonjakan kasus COVID-19 membuat oksigen langka. Beragam gagasan alternatif pengadaan oksigen bermunculan. Dari yang salah kaprah, sampai yang berpeluang besar menambah suplai oksigen. 

Beberapa hari ini, informasi mengenai seseorang yang membutuhkan oksigen medis kerap beredar di media sosial. Pandemi membuat stok oksigen menipis. 

Saking langkanya, di beberapa tempat terlihat banyak orang rela mengantri berjam-jam untuk mendapatkan suplai oksigen. Hal ini membuat harga oksigen medis di Jakarta melonjak Rp3.000 hingga Rp5.000 pertabung. 

Mencari cara 

Ilustrasi (Sumber foto: Antara)

Kelangkaan ini membuat masyarakat mencari cara lain untuk mendapatkan oksigen. Caranya beragam, ada yang dianggap salah kaprah, namun ada juga yang berpeluang besar menyuplai oksigen tambahan. 

Beberapa hari lalu sebuah video tutorial membuat oksigen dengan menggunakan pompa aerator aquarium viral. Video tersebut mulanya diunggah akun Facebook Rinaldi Munir. 

Dalam video, pria yang mengaku bernama Ruben itu menyebut inovasinya sebagai alat pengadaan O2 untuk orang yang sedang sesak napas. Inovasi tidak mahal, hanya memerlukan bahan seharga kurang lebih Rp 120 ribuan. 

“Tapi dapat menyelamatkan nyawa karena saat pandemi (Covid-19) sekarang banyak rumah sakit yang penuh semua,” ujar dia dalam video viral berdurasi 5 menit 13 detik itu. 

Ruben menjelaskan alatnya terdiri dari aerator atau pompa air seperti yang biasa digunakan untuk memproduksi gelembung-gelembung udara dalam akuarium. Lainnya adalah dua botol bekas kemasan air mineral berukuran kecil, selang kecil sepanjang sekitar dua meter.

Ia menyiapkan selang aerator dan ujung selang tersebut dimasukkan ke hidung pasien. Ruben kemudian menutup rapat botol dengan keterangan: agar oksigen bisa mengalir lancar. 

Tapi faktanya menurut  Kepala Balai Pengembangan Instrumentasi di LIPI, Anto Tri Sugiarto yang dikutip covid19.go.id, menjelaskan alat tersebut tidak dapat menambah jumlah oksigen yang dihirup. Sebab pompa aerator, hanya membantu mengirim udara ke saluran pernapasan. 

"Yang dipompakan adalah udara dengan komposisi oksigen sekitar 20,9 persen,” kata Anto. Menurutnya hal itu berbeda dari memberikan oksigen yang sangat dibutuhkan kepada pasien Covid-19 gejala berat.

Seperti kita tahu, udara yang biasa kita hirup di ujung hidung kita memang tidak seratus persen oksigen. Umumnya, kandung oksigen di udara normal berkisar 20,93 persen saja. 

Kandungan gas paling banyak di udara adalah nitrogen, sekitar 78 persen. Sementara untuk keperluan medis, yang dibutuhkan adalah oksigen murni. Untuk itu berbagai pihak berlomba-lomba untuk mencari cara alternatif membuat oksigen. 

Ilustrasi (Sumber foto: Antara)

Memodifikasi generator nitrogen

Salah satu ide yang muncul adalah gagasan memodifikasi generator nitrogen untuk ban yang banyak ditemui di pinggir jalan. Salah seorang yang melontarkan ide tersebut adalah Founder Drone Emprit, Ismail Fahmi. 

Lewat akun Twitternya, Fahmi bertanya, bagaimana caranya memodifikasi alat tersebut. "Ahli Teknik Kimia atau Teknik Mesin, any idea?"

Jawaban dari unggahan itu pun beragam. Ada yang berpendapat hal itu sangat memungkinkan, namun tak sedikit juga yang menganggapnya sulit. 

Akun @SuperGregAndre misalnya, orang yang mengaku kerja di tempat pembuatan nitrogen generator dan oxygen generator mengklaim hal itu bisa dilakukan. "Tetapi ada yang harus diganti... Alat yang diganti itu cukup mahal Pak," kata dia. 

Sementara akun @lysorin berpendapat, hal itu mungkin bisa, namun efektivitasnya rendah. "Generator ini kan pake molecular sieve ya buat misahin udara, N2 ini jumlah dalam udara sangat besar 79 persen jadi mudah untuk diambil," tulisnya.

Diterapkan di India

Gagasan ini sebenarnya sudah pernah diterapkan di India. Eksekutornya dari Institut Teknologi India-Bombay (IIT-B). Mereka membentuk unit kerja untuk mengubah generator nitrogen di seluruh India menjadi generator oksigen. 

Dikutip dari Hindustan Times, pabrik penghasil nitrogen mudah ditemukan di berbagai industri seperti minyak dan gas, makanan dan minuman. 

Pada dasarnya pabrik nitrogen bekerja dengan teknologi Adsorpsi Ayunan Tekanan (Pressure Swing Adsorption/PSA), di mana udara dari atmosfer disedot, disaring dari kotoran sehingga nitrogen dapat diekstraksi. Sedangkan oksigen yang juga terkandung dalam atmosfer yang disedot itu dilepaskan kembali ke atmosfer.

Dengan penemuan itu, pabrik penghasil nitrogen yang ada dapat dimodifikasi untuk menghasilkan oksigen. Kadar oksigen yang dihasilkan pun telah diuji di lab IIT-B dan ditemukan 93-96 persen murni dan pada tekanan 3,5 atmosfer. 

“Pada pabrik nitrogen, tekanan udara dikontrol dan kemudian dibersihkan dari kotoran seperti uap air, minyak, karbon dioksida dan hidrokarbon. Setelah langkah ini, udara murni masuk ke ruang PSA yang dilengkapi dengan saringan molekul karbon (CMS) atau filter yang dapat memisahkan nitrogen dan oksigen. Kami mengusulkan agar saringan diganti dengan saringan yang bisa memisahkan oksigen,” kata Milind Atrey peneliti di departemen teknik mesin IIT-B India. 

Atrey bersama dengan Tata Consulting Engineers Limited (TCE) mengubah CMS tersebut dengan saringan molekul zeolit (ZMS) yang dapat memisahkan oksigen dari udara. Pemerintah India telah mengidentifikasi dan menjajaki kelayakan konversi ini pada awal Mei lalu saat mereka menghadapi krisis ketersediaan oksigen dalam memerangi Covid-19.

*Baca informasi lain tentang COVID-19 atau tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya