JAKARTA – Pengamat politik mengatakan rivalitas calon presiden boleh panas selama debat Capres berlangsung, namun setelah itu hubungan para kontestan sebaiknya kembalu melunak. Hal ini disampaikan di tengah derasnya simpati kepada Prabowo Subianto setelah debat Capres akhir pekan kemarin. Calon presiden nomor urut dua itu diserang habis-habisan oleh rivalnya dalam debat Capres akhir pekan kemarin.
Sejak debat ketiga Capres digelar Minggu (7/1/2024), fenomena masyarakat menangis di media sosial terus bermunculan. Video-video tersebut merupakan bentuk simpati warganet kepada Prabowo karena dianggap mendapat serangan dari Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Salah satu figur publik yang juga ikut menyatakan keprihatinannya setelah debat berlangsung adalah penyanyi Melly Goeslaw.
“Pak Prabowo yang sabar ya pak. Semakin dihina, semakin bapak tidak membalas, semakin banyak yang akan sayang sama bapak. InsyaAllah,” tulis Melly dalam unggahannya di akun Instagram @melly_goeslaw.
Sebelum debat berlangsung, Prabowo Subianto digadang-gadang bakal mengeluarkan potensi terbaiknya. Itu lantaran debat Capres yang digelar di Istora Senayan tersebut mengangkat tema pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, dan geopolitik. Tema yang menurut banyak orang “Prabowo banget”.
Namun yang terjadi di panggung debat tidak sesuai ekspektasi. Jangankan menguasai debat, Ketua Umum Partai Gerindra itu malah terkesan jadi bulan-bulanan dua peserta debat lain, Anies dan Ganjar.
Dibandingkan Cak Imin
Tapi rupanya serangan bertubi-tubi yang dilancarkan Anies justru mengalirkan simpati untuk Prabowo. Dukungan moril untuk Sang Menteri Pertahanan ditunjukkan warganet lewat unggahan di media sosial. Fenomena warganet menangis ini mulai menyita perhatian sejak Senin (8/1/2024), dan dengan kata kunci “Netizen Nangis Liat Pak Prabowo Debat” di TikTok, terdapat ratusan warganet yang mengunggah video mereka menangis.
“Baru kali ini nangis ngeliat Capres gue diserang, tapi Pak Prabowo memilih untuk diam. Mau debat atau enggak, Pak Prabowo tetap pilihan rakyat,” kata akun @geegge.
Ketika sebagian masyarakat bersimpati atas apa yang dialami Prabowo dalam debat Capres tersebut, di mana dia berkali-kali diserang oleh lawan politiknya, tidak sedikit pula yang justru mempertanyakan sikap para pendukung Capres nomor urut dua tersebut. Menurut sebagian, saling serang dalam sebuah debat adalah hal yang wajar, jadi sedih yang berlebihan hanya gara-gara jagoannya tak diberi kesempatan dalam debat adalah sikap tidak dewasa.
Sikap para pendukung Prabowo yang bersedih seusai menonton debat Capres rupanya mendapat sorotan dari komika Arie Kriting. Ia bahkan membandingkan kondisi Prabowo dengan calon wakil presiden nomor satu, Muhaimin Iskandar yang tak berkutik pada debat Cawapres beberapa waktu lalu.
Uiy @abdurarsyad sama @davidnurbianto waktu debat cawapres, terus Cak Imin dihajar sama Cawapres 02, kalian nangisnya sampai jam berapa? 😂
Perasaan kalau debat ya gitu.
Kochaakkk… 😂 pic.twitter.com/9XhWiWEAQP
— ARIE KRITING (@Arie_Kriting) January 8, 2024
“Uiiy @abdurarsyad sama @davidurbianto waktu debat Cawapres, terus Cak Imin dihajar sama Cawapres 02, kalian nangisnya sampai jam berapa? perasaan kalau debat ya gitu, kochaaakkk," tulis Arie, mengomentari cuitan Zarry Hendrik.
Penyataan Arie Kriting merujuk pada insiden debat Cawapres beberapa waktu lalu, ketika Cak Imin juga beberapa kali terlihat kalah dari Cawapres Gibran Rakabuming Raka. Salah satu momen yang menyita atensi adalah saat Cak Imin tak bisa menjawab pertanyataan Gibran tentang SGIE. Saat itu, Cak Imin langsung menjadi bulan-bulanan masyarakat.
Namun, Ketua Umum PKB tersebut terlihat lebih tenang menghadapi hujatan. Pun dengan para pendukungnya yang tidak bawa perasaan (baper) setelah jagoannya dicecar saat debat.
Seperti Sepak Bola
Selepas debat, berbagai komentar diutarakan sejumlah pakar politik, salah satunya Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC, Andriadi Achmad. Ia menuturkan pernyataan Anies Baswedan di ujung di perdebatan dengan memberikan penilaian 11 dari 100 terhadap kinerja Prabowo Subianto adalah sebuah ungkapan bully dan penghinaan, serta tidak realistis.
“Kita tarik dalam konteks akademis, nilai 11 dari 100 adalah E (gagal), mahasiswa yang mendapatkan nilai E yaitu mahasiswa yang lebih banyak absen (alfa) atau bahkan selalu bobos kuliah, tidak ikut UTS dan UAS serta tidak membuat tugas,” tutur Andriadi kepada VOI.
“Kalau nilai 11 dari 100 yang diberikan Anies Baswedan terhadap Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan, berarti gagal total, tidak ada yang dikerjakan selama ini. Ini sebuah statement yang berlebihan,” lanjut dosen FISIP Universitas Al-Azhar Indonesia ini.
Andriadi tidak menampik bahwa dalam perdebatan menyerang adalah cara efektif mematikan dan membungkam lawan. Tapi ia menilai apa yang dilakukan Anies dan Ganjar sudah keluar dari koridor seharusnya.
“Pada debat kemarin, seolah-olah menghakimi dan meminta pertanggungjawaban Prabowo Subianto sebagai Menhan, padahal bukan ranahnya dalam debat Capres, itu kewenangan DPR RI meminta pertanggungjawaban eksekutif,” tegasnya.
"Satu hal lagi, Anies dan Ganjar lupa kalau keduanya juga mantan eksekutif yaitu Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Jateng. Apa perlu juga mempertanggungjawabkan di perdebatan kemarin? Artinya keduanya di luar koridor," kata Andriadi lagi.
Ia pun menegaskan, setelah debat Capres dalam rilis beberapa media bahwa tidak ada perubahan signifikan bahkan stagnan terkait elektabilitas Capres dan Cawapres
Terpisah, Direktur Eksekutif Voxpol Centre Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyayangkan sikap Prabowo Subianto selepas debat. Ia tidak terlihat bersalaman dengan Anies Baswedan, sehingga memunculkan kesimpulan Prabowo masih baper dengan eks Gubernur DKI Jakarta tersebut.
BACA JUGA:
Pangi pun mengibaratkan debat Capres dengan pertandingan sepak bola, di mana rivalitas hanya terjadi selama 90 menit di lapangan. Usai laga, mereka yang bertanding tetap menjalin hubungan baik.
“Debat boleh keras, bantah data, saling menyerang, namun setelah debat harusnya berangkulan kembali, seperti main bola, sekeras apapun kompetisi, habis saling tekel, namun tetap berangkulan kembali, tukar jersey di akhir pertandingan sepakbola,” jelas Pangi.
“Saya pikir habitus yang model begini sangat disayangkan terjadi, tidak fair dan tidak elok dipertontonkan dagelan politik semacam ini di panggung depan publik, nampak tidak berkelas sama sekali, mana contoh ketauladanan dan kenegarawanan kepemimpinannya?” kata Pangi mengimbuhkan.