JAKARTA - Sejak penyebaran virus corona atau COVID-19, sejumlah otoritas kesehatan di berbagai negara menyatakan, virus tersebut bisa dihindari dengan rajin mencuci tangan dan tidak menyentuh wajah terutama area mata, hidung, dan mulut.
Jumat, 6 Maret, tim VOI mencoba melihat di sekitar kami, benarkah anjuran tidak memegang wajah bisa semudah itu diikuti? Nyatanya, tidak. Siang ini, kami duduk di sebuah kedai kopi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan dan ternyata, selama 1,5 jam kami duduk di sana dan melihat gerak-gerik setiap orang yang ada di sekitar kami kebanyakan dari mereka kerap menyentuh wajah setelah melakukan aktivitas mereka.
Seorang laki-laki yang duduk di pojok kedai kopi tersebut, tampak mengusap hidungnya setelah dirinya menekan tombol pada keyboard laptopnya.
Kemudian, di meja depan tempat kami duduk, seorang wanita tampak mengusap matanya setelah membuka kacamatanya. Di meja samping kiri saya, seorang lelaki, yang belakangan kami tahu bernama Dito, 26 tahun tampak mengusap seluruh bagian wajah setelah membuka kacamatanya.
Secara singkat kami bertanya pada Dito soal apakah dirinya tahu mengenai anjuran tak boleh memegang wajah untuk mencegah penyebaran virus COVID-19.
Pekerja lepas ini mengaku tahu anjuran tersebut. Tapi gerakan mengusap bagian wajah itu merupakan gerakan refleks yang kerap dilakukannya.
"Ya, tadi itu reflek saja. Kalau ditanya, enggak tahu kenapa," katanya pada kami.
Bukan hanya Dito saja, kami melemparkan pertanyaan sebagai survei kecil dalam sebuah grup WhatsApp. Pertanyaannya sederhana, 'Di antara anjuran rajin mencuci tangan dan tidak boleh memegang wajah untuk menghindari penyebaran virus corona, mana yang paling sulit?'.
Dari 10 orang yang ada di grup itu, 6 di antaranya menyebut jika tidak menyentuh wajah adalah hal yang paling sulit untuk dilakukan. Alasannya beragam, dari mulai hidung gatal, mata yang gatal tapi entah apa penyebabnya, atau terpaksa memegang wajah karena kacamata yang melorot.
Lantas hal apa yang membuat anjuran tidak menyentuh wajah itu menjadi sulit untuk dilakukan? Psikolog Sani Budiantini menjawabnya. Kata dia, memegang wajah, utamanya mengusap hidung atau mata, merupakan kebiasaan yang memang secara tak sadar kerap dilakukan. Sehingga, bukan perkara mudah untuk mengubah atau mengontrol kebiasaan tersebut.
"Jadi kalau itu kan masalah kebiasaan. Makanya agak susah kalau perubahan itu dalam waktu cepat. ... Butuh waktu (untuk melakukan anjuran tersebut)," kata Sani ketika dihubungi VOI, Jumat, 6 Maret.
Selain itu, dia juga mengatakan, gerakan mengusap wajah atau menyentuh bagian muka seperti hidung atau mata juga bisa dipicu karena melihat orang lain. Kasus semacam ini juga banyak terjadi, misal ketika melihat orang menguap maka akan ada dorongan yang sama untuk ikut menguap.
"Ya, ada juga yang seperti itu tapi jauh lebih susah kalau itu memang kebiasaan dalam diri kita. Jadi ada orang yang memang refleksnya melihat orang lain melakukan hal tersebut tapi ada orang yang enggak perlu lihat orang karena memang sudah terbiasa (memegang bagian wajah)," jelasnya.
BACA JUGA:
Sebuah artikel dari Bussiness Insider juga menyatakan hal yang serupa seperti yang disampaikan Sani. Menurut psikolog sekaligus Direktur Pusat Gangguan Kecemasan Kentucky, Amerika Serikat, Kevin Chapman, kecenderungan orang menyentuh wajah adalah karena kebiasaan yang sangat manusiawi.
Karena dengan menyentuh wajah, sebenarnya tanpa sadar menandakan seseorang sedang merasakan sinyal adanya keberadaan orang di sekitarnya.
"Kesadaran publik pada umumnya merujuk pada kesadaran diri kita karena terefleksi dari orang lain yang kerap dipicu selama interaksi sosial," kata Chapman.
"Secara alami, orang-orang memerhatikan wajah orang lain dan peka terhadap isyarat wajah orang, jadi menyentuh wajah bisa dibilang merupakan bagian dari kebiasaan alamiah yang seperti itu."
Jangan memaksa untuk tak menyentuh wajah
Dalam upaya untuk mengurangi menyentuh muka, Chapman mengatakan bersikap terlalu memaksakan diri sendiri untuk tidak menyentuh muka sama sekali justru tidak akan membantu karena membuat pikiran terasa terkekang.
Dia menyarankan untuk melakukan pendekatan yang lebih fleksibel, seperti dengan melakukan self talking atau berbicara kepada diri sendiri untuk memberikan sugesti.
Menurutnya daripada mengatakan 'saya tidak akan menyentuh wajah saya sama sekali di tempat umum hari ini' lebih baik mengatakan 'saya harus lebih sadar ketika saya menyentuh wajah saya sendiri hari ini'.
Selain itu, Chapman juga memberikan tips agar orang bisa mengurangi menyentuh muka. Caranya, dengan membuat pengingat di telepon genggam anda untuk mengingatkan orang untuk sadar dalam menyentuh muka.
"Mengubah kebiasaan tentu saja mungkin. Hal itu tentu membutuhkan latihan agar bisa memprogram ulang kebiasaan seseorang," jelasnya.
Tak hanya itu, ada trik lain untuk mengurangi kecenderungan menyentuh muka adalah dengan memainkan bola stres atau menyilangkan tangan, sehingga tangan kita tidak bebas menyentuh wajah.