Kebijakan Edhy atau Susi yang Lebih Pro Nelayan?
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat pelantikan (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo punya cara yang berbeda dalam menangani masalah illegal fishing. Pasalnya, kebijakan baru Edhy bertolak belakang dengan apa yang telah dilakukan pendahulunya, Susi Pudjiastuti.

Kendati demikian, untuk sementara waktu Edhy masih mempertahankan cara lama KKP dengan menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan di laut Indonesia. Kendati demikian KKP akan berhati-hati dalam menentukan nelayan yang berhak mendapatkan kapal hasil sitaan tersebut karena khawatir kapal tersebut akan dijual kembali ke pemilik aslinya.

Opsi kebijakan untuk tidak langsung menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan, dinilai sebagai langkah yang lebih pro kepada nelayan. Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisaksi, Trubus Rahardiansyah, langkah untuk melelang kapal ketimbang menenggelamkannya bisa menjadi opsi terbaik untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat nelayan.

"Kalau Bu Susi itu cara berpikirnya rasional. Kalau ditenggelamkan orang tidak lagi dapat melakukan pencurian. Kan itu namanya rasional, tetapi sifatnya jangka pendek," katanya, saat dihubungi VOI, di Jakarta, Kamis, 21 November.

Sedangkan, menurut dia, kebijakan Edhy lebih kepada memanfaatkan apa yang didapat. Kapal-kapal ilegal yang berhasil ditangkap tidak perlu ditenggelamkan. Sebab, memenggelamkan kapal bukan satu-satunya cara untuk menimbulkan efek jera.

"Efeknya sebentar. Memang nelayan kita jadi bisa menangkap ikan banyak. Tetapi pencuri bisa masuk lagi. Jadi dengan dilelang artinya kapal dapat difungsikan. Kalau dibakar kan selama ini bukan saja kapal ini tidak berfungsi, nelayan juga tidak dapat apa-apa. Pemerintah juga tidak dapat apa-apa. Malah justru mengganggu hubungan bilateral dengan asal kapal pencuri itu," jelasnya.

Sependapat, Pengamat kebijakan publik dari Public Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah menilai, kebijakan Edhy saat ini menempatkan penenggelaman kapal pada pilihan terkahir. Sebab, langkah pertama yaitu peringata. Kemudian jika tidak dapat, bisa ditangkap akan disita menjadi milik negara. Setelah disita menjadi milik negara bisa diberikan atau dimanfaatkan para nelayan melalui koperasi atau melalui pemerintah daerah.

"Saya melihat niat baik yang mungkin kita baru bisa lihat hasilnya dua atau tiga bulan setelah tindakan itu dilakukan. Saya kira iya (lebih pro nelayan). Karena dia kan membaca pengalaman dan bertanya kepada para dirjen tingkat keberhasilan ketika kementerian ini dipimpin oleh Ibu Susi dan sekarang meningkatkan dengan kebijakan baru," tuturnya.

Amir berujar, dengan makin maraknya pencurian ikan dilakukan oleh negara-negara asing, fakta ini bisa dipakai untuk memperkuat angkatan laut Indonesia. Misalnya dengan perbanyak kapal untuk melakukan pengawalan laut.

"Badan keamanan laut yang ada di Kementerian Perhubungan juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan pengawasan laut. Sehingga pihak asing tidak begitu gampang masuk ke wilayah kita untuk melakukan pencurian ikan," ucapnya.

Menurut Amir, harus ada sinergitas juga antara Kementerian Kelauatan dan Perikanan, baik dengan Kemenhub maupun Kementerian Pertahanan. Bisa juga bermanfaatkan Polisi perairan dan udara yang ada di Mabes Polri.

"Kemudian yang harus dipikirkan bagimana pengejaran mereka, supaya mereka tidak cepat keluar dari laut Indonesia. Sebab kalau kita tembak mereka sudah di luar laut Indonesia itu akan menyalahi kaidah-kaidah hukum internasional," jelasnya.

Persoalaan yang juga harus dipikirkan Edhy adalah regulasi. Menurut Amir, pemerintah harus dapat membuat pengadilan transparan jika kapal ilegal diputuskan untuk dilelang maka berapa harga yang disepakati harus diungkap ke publik. Begitu juga dengan ke mana dana itu ditransfer.

Selain itu, perlu juga aturan yang menegaskan kapal ilegal tidak boleh dijual kepada negara atau perusahaan asal. Amir menilai, hal ini penting untuk menghindari kapal tersebut digunakan kembali untuk mencuri.

"Saya kira itulah yang perlu sebuah regulasi bahwa ketika kapal itu di tangkap melalui proses persidangan oleh negara dan menjadi milik negara. Maka sebaiknya negara jangan menjual kapal terebut kepada negara asal dengan kompensasi pembayaran tertentu," jelasnya.

Bisa jiga diatur diputuskan disita menjadi milik negara, kata Amir, maka negara harus menyerahkan itu kepada kepala daerah di wilayahnya terjadi pencuri ikan atau organisasi nelayan.

"Saya kira efektivitas baru bisa dilihat melalui penguatan aturan. Kalau masih tetap diberikan kepada negara asing ya percuma juga,"

Gerindra Dukung Kebijakan Edhy

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad mastikan, menterinya yakni Edhy Prabowo akan melanjutkan dan bahkan menyempurnakan setiap kebijakan menteri-menteri sebelumnya yang dianggap sudah baik.

Termasuk soal penenggelaman kapal pencuri ikan berbendera asing. Menurut Dasco, pihaknya memahami semangat kebijakan tersebut adalah keharusan negara bersikap tegas terhadap kapal-kapal pencuri ikan berbendera asing.

"Kalau mengacu pada Pasal 69 ayat (4) UU Perikanan, ketentuan penenggelaman itu adalah opsi terakhir terhadap kapal pencuri ikan berbendera asing. Oleh karena itu jika masih bisa dilakukan pemeriksaan, penahanan dan penyitaan dengan baik, maka kami menyarankan Edhy membuka opsi lain yang lebih pro nelayan," ujar Dasco.

Opsi yang dianggap lebih pro nelayan yakni penyitaan kapal pencuri tersebut. Menurut Dasco, melalui putusan pengadilan kapal tersebut bisa dihibahkan pada nelayan miskin yang membutuhkan, transportasi laut murah untuk nelayan dan keluarganya atau dijadikan Puskesmas keliling .

"Prinsipnya daripada kapal dibakar sia-sia dan merusak ekosistem laut, lebih baik kapal berbendera asing tersebut diserahkan pada nelayan kita yang selama ini memang kesulitan membeli kapal. Yang harus dijaga adalah prosedur hukumnya harus ketat dan jangan sampai terjadi penyimpangan," tutur.