Glastonbury Batal, Sinyal Bangkrutnya Industri Konser Musik di Inggris?
Konser (Pien Muller/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Festival musik terbesar di Inggris, Glastonbury kembali ditunda untuk kedua kalinya. Pada Kamis, 21 Januari, Michael & Emily Eavis selaku promotor mengumumkan kabar menyedihkan ini.

Melalui pernyataan resminya, mereka tidak memberikan alasan spesifik mengenai pembatalan tetapi mereka mengabarkan kalau pembeli tiket Glastonbury di tahun 2019 bisa menaruh deposit untuk pagelaran Glastonbury tahun 2022.

“Kami percaya kami dapat membawa sesuatu yang spesial untuk kita di tahun 2022,” kata Michael dan Emily. Masyarakat percaya pandemi COVID-19 masih menjadi alasan utama mengapa promotor sekelas Glastonbury memilih membatalkan alih-alih menunda.

Glastonbury sudah menjadi bagian dari kebudayaan Inggris selama bertahun-tahun. Glastonbury mendatangkan sumber ekonomi bagi seluruh pihak baik penampil maupun pihak promotor. Negara juga mendapatkan keuntungan karena banyaknya pendatang dari berbagai mancanegara.

Pemerintah Diminta Turun Tangan

Batalnya Glastonbury dipercaya menjadi awal mula berakhirnya industri konser di Inggris. Di hari yang sama, pemerintah diminta masyarakat untuk segera melakukan tindakan ‘penyelamatan’.

“Berita tentang batalnya Festival Glastonbury untuk tahun kedua sangat menyedihkan. Kami sudah berulang kali meminta pemerintah untuk menjaga festival milik kita seperti yang satu ini dengan skema bantuan,” kata Ketua Komite Digital, Budaya, Media, dan Olahraga Julian Knight melansir NME.

Tetapi pemerintah tidak melakukan apapun dan hal ini akan berdampak pada ekonomi negara nantinya. Bahkan industri festival dan konser terancam menghilang selamanya.

“Industri musik sedang depresi untuk bisa kembali seperti semula agar bisa beroperasi dengan aman. Ketika waktunya tiba setelah pemulihan pandemi, kita bisa memainkan peran untuk membangkitkan industri budaya dan ekonomi negara. Tetapi untuk mencapai poin tersebut, kami membutuhkan dukungan finansial (dari pemerintah) untuk terus berjalan,” kata Jamie Njoku-Goodwon, Kepala UK Music.

Bukan yang Pertama

Pada Juli 2020, sejumlah musisi menandatangani surat terbuka kepada Oliver Dowden, Menteri Budaya agar pemerintah membantu mereka yang bekerja di industri musik atau konser. Bertajuk #LetTheMusicPlay, surat terbuka ini ditandatangani lebih dari 1.500 musisi di antaranya Cher, New Order, Iron Maiden, Coldplay, Dua Lipa, Paul McCartney, Elton John, The Cure, Liam Gallagher dan masih banyak lainnya. Akibat pandemi COVID-19, 92 persen bisnis festival mengalami risiko bangkrut.

Saat itu, pemerintah Inggris memprediksi tahun 2021, sejumlah sektor bisnis akan dibuka. Sederet artis meminta agar pemerintah dapat membantu kondisi keuangan staf konser dan musisi sampai tahun 2021. Para musisi ini turut membagikan kampanye #LetTheMusicPlay melalui media sosial. Mereka mengunggah cerita saat mengadakan konser bersama kru,

Pemerintah Inggris menyatakan mereka akan berfokus kepada dua sektor: sepakbola dan pub. Tetapi sejumlah musisi ini menganggap pemerintah juga seharusnya menjadi musik sebagai prioritas. Para musisi mengklaim konser musik menghasilkan 4,5 milyar poundsterling di tahun 2019.

Permintaan itu didengarkan pemerintah. Boris Johnson, Perdana Menteri Inggris memberi bantuan 880 juta poundsterling dengan pinjaman sebesar 270 juta poundsterling dan diberikan hingga April 2021.

Melalui pernyataan resminya, Johnson mengatakan dana ini diberikan untuk membantu para pekerja panggung dan sejumlah tempat bisa bertahan selama pandemi COVID-19. Sejumlah direksi dan promotor memuji pemerintah Inggris karena memberikan dana dengan nilai yang terhitung besar.

Brexit Diresmikan, Musisi Terancam

Setelah mengesahkan Brexit di awal tahun 2021, Boris Johnson tidak berhasil memenangkan perjanjian visa gratis untuk musisi Inggris yang melakukan perjalanan ke negara Uni Eropa. Oleh karena itu, musisi yang hendak melakukan tur ke Eropa harus mendaftar visa kerja.

Para musisi harus merogoh kantong lebih untuk bepergian dan menggelar konser dalam kapasitas apapun. Hal ini jelas merugikan musisi apalagi bagi orang yang baru memulai karier. Alhasil lebih dari 100 musisi menyatakan kecewa terhadap kinerja Johnson, di antaranya, Ed Sheeran, Brian May, Liam Gallagher dan lainnya.

Pasca perjanjian Brexit, pemerintah memperbolehkan beberapa profesi untuk bepergian ke Eropa tanpa visa namun musisi dan kru tidak termasuk dalam daftar ini. Semakin sulit untuk pegiat seni untuk menggelar konser di luar Inggris.

Bahkan musisi Inggris berpotensi tidak bisa tampil di Amerika Serikat dan menambah hambatan untuk menggelar tur dalam waktu jangka panjang. “Dengan hambatan para penampil untuk bekerja di Eropa, ini akan mempersulit talenta baru untuk tur dunia, kolaborasi, dan bertukar ide dengan rekan dari Eropa,” kata CEO Featured Artist Coalition, David Martin.

Upaya Pemerintah Inggris

Baru-baru ini, Oliver Dowden memberi pernyataan bahwa pemerintah Inggris sedang berdiskusi tentang dukungan finansial untuk industri musik. Sejak pasca perjanjian Brexit, pemerintah Inggris mendapat hujatan dari pegiat industri dan artis karena gagal menyelamatkan situasi.

Namun Goodwon mengatakan penambahan biaya untuk tur dan syarat lainnya sudah menjadi kerugian besar bagi Inggris. Mereka berharap pemerintah bisa memberi bantuan secara finansial atau mengusahakan agar pekerja seni bisa melakukan tur musik dengan bebas dan tidak terhalang status visa.

Kini, musisi dan kru berharap kepada Boris Johnson dan pemerintah agar setidaknya mereka bisa tampil atau menggelar konser sebebas sebelum Brexit diberlakukan.