Bagikan:

JAKARTA – Persoalan Husein Ali Rafsanjani, guru muda di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat memang telah mereda. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata telah berdialog langsung dengannya dan mempersilakan Husein kembali mengajar sebagai guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Ridwan Kamil memberikan tawaran agar Husein mengajar di sekolah yang berada dalam naungan pemerintah provinsi. Sementara, Jeje berharap Husein tetap mengajar di sekolah-sekolah naungan pemerintah kabupaten.

Husein merupakan guru SMPN 2 Pangandaran yang melaporkan dugaan pungutan liar yang dialaminya saat kegiatan Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil (Latsar CPNS) pada 2020. Akibat laporannya itu, dia mengaku mengalami intimidasi hingga memutuskan mengundurkan diri sebagai PNS.

Kendati sudah mereda, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) tetap meminta penyelesaian kasus tidak hanya menggunakan pendekatan politis saja, tetapi tetap berpedoman terhadap peraturan perundangan. Terlebih, banyak aspek dalam kasus ini yang harus ditindak tegas agar ada efek jera dan tidak terulang di kemudian hari.

Sehingga, komitmen Pemprov Jawa Barat dan Pemkab Pangandaran dalam pemberantasan pungli seperti yang diinstruksikan Presiden Jokowi benar-benar nyata dan bisa menjadi contoh yang baik bagi daerah-daerah lain.

“Guru pelapor dalam kasus ini beruntung karena kasusnya viral setelah yang bersangkutan  bicara terbuka di media sosial. Karena suasana politik juga sedang menghangat menuju tahun 2024, namun untuk kasus-kasus serupa dimana guru mendapatkan intimidasi  dari birokrasi di berbagai daerah, penyelesaiannya tidak seberuntung kasus guru SMPN 2 Pengandaran ini,” ujar Retno Listyarti, ketua dewan pakar FSGI dalam keterangannya yang diterima VOI pada 15 Mei 2023.

Penyelesaian kasus guru di Pangandaran semestinya tidak hanya menggunakan pendekatan politis saja, tetapi tetap berpedoman terhadap peraturan perundangan. (Antara/Nirkomala)

Aspek pertama mengenai pelaporan. Laporan dugaan pungli, kata Sekjen FSGI Heru Purnomo, seharusnya tidak perlu sampai menimbulkan ancaman bagi pelapor meski laporan ASN itu keliru sekalipun. Penyelesaiannya bisa menggunakan peraturan perundangan ASN, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

“Mengingat pelapor adalah ASN guru, UU Guru dan Dosen memberikan hak guru pelapor membela diri, bukan disidang dengan pendekatan intimidasi,” kata Heru.

Aspek kedua, kalau benar ada arogansi dan ancaman dari pihak birokrasi terhadap guru pelapor, maka seharusnya pihak Bupati memerintahkan pembentukan tim investigasi untuk memastikan dugaan pungli tersebut. Jika terbukti, oknum yang terlibat wajib diberikan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Tim investasi merupakan tim gabungan dari sejumlah OPD terkait, seperti Inspektorat Daerah, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dan Dinas Pendidikan.

Aspek ketiga, FSGI menilai juga ada dugaan kelalaian administrasi terkait surat pengunduran diri Husein yang lama diproses. Terlebih, selama lebih dari satu tahun sebelum permohonan pengunduran diri diterima, Husein sudah tidak menjalankan tugas mengajar. Ini perlu dikaji apakah selama tidak mengajar, dia terus menerima gaji?

Sebab, dalam ketentuan Peraturan Pemerintah No 56/2010 tentang disiplin PNS, seorang PNS yang tidak masuk kerja selama 30 hari berturut-turut bisa dipecat

“Sejak Maret 2022 sampai sekarang sudah tidak bertugas di SMPN unit kerja tempat si guru pelapor bertugas, berarti sudah lebih 1 tahun tidak bekerja atau tidak menjalankan tugas, namun pihak Pemkab tidak mengambilkan tindakan apapun untuk menyelesaikan kasus ini sesuai peraturan perundangan yang berlaku, tidak hanya fokus pada si guru ASN pelapor,” Wakil Sekjen FSGI Mansur menambahkan.

Dugaan Ketidakcermatan

Dari sejumlah aspek tersebut, FSGI menduga kuat ada ketidakcermatan dalam pengelolaan kepegawaian dan perencanaan anggaran diklat. Pendekatan komunikasi pengendalian pegawai juga tidak berjalan efektif sehingga menimbulkan ketidakpuasan pegawai.

Bila benar penarikan sejumlah uang kepada CPNS untuk membantu sebagian pembiayaan Diklat yang dipikul oleh pemerintah akibat ada pengalihan anggaran untuk mengatasi COVID-19, menurut Ketua Tim Kajian Hukum FSGI Guntur Ismail, tinggal komunikasikan dengan baik. Gunakan pendekatan kekeluargaan ASN.

“Kata pungli dalam persoalan pegawai tidak akan muncul bila ada kerjasama dan koordinasi yang efektif,” kata.

Dugaan ketidakcermatan, sewenang-wenang terhadap ASN dan pungutan liar dalam penanganan guru ASN Pangandaran berpotensi melanggar kewajiban dan larangan yang diatur dalam hukum administratif dan Peraturan Presiden.

Pertama, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pasal 10 ayat (1) huruf d.

“Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas: a. kepastian hukum; b. kemanfaatan; c. ketidakberpihakan; d. kecermatan; e. tidak menyalahgunakan kewenangan; f. keterbukaan; g. kepentingan umum; dan h. pelayanan yang baik.”

Dugaan pungli yang dialami guru di SMPN 2 Pangandaran ketika mengikuti Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil (Latsar CPNS) pada 2020 harus diselidiki. (Antara/Rivan Awal Lingga/pras/17)

Kedua, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pasal 3 angka 4, menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan. Angka 9, bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara. Serta pasal 3 angka 17, menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

Juga, Pasal 4 angka 9, bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.

Ketiga, melanggar Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.

“Atas dasar itulah, kami mendorong penegak hukum administratif, dalam hal ini adalah tugas dan fungsi dari Inspektorat Provinsi Jawa Barat yang harus berinisiatif mengambil langkah menyelesaikan persoalan tersebut, tentu saja dengan menjunjung tinggi kepentingan hukum dan keadilan harapan masyarakat, yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” pungkas Retno.