Ada yang Bilang LGBT Penyebab Bencana Alam, Kami Uji Pakai Data
Ilustrasi foto (Mercedes Mehling/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Banyak orang menyebut LGBT sebagai kaum pembawa bencana. Argumen itu bisa dengan mudah kita lihat di media sosial Twitter. Pertanyaannya, benarkah kaum LGBT berkorelasi dengan penyebab terjadinya bencana?

Topik LGBT bahkan sempat menjadi trending topic hari ini, 20 Januari. Pemilik akun @Bonggaz97, misalnya. Ia terang-terangan menyebut penyebab banyaknya bencana di Indonesia adalah LGBT. Entahlah. Dari sekian banyak alasan ilmiah, termasuk wawasan paling umum bahwa Indonesia dilalui ring of fire?

"Jadi inget singkatan LGBT itu Longsor Gempa bumi Banjir dan Tsunami! Hati-hati ya, guys, penyebab Indonesia sering terjadi bencana bukan karena indonesia dilalui ring of fire tapi karena LGBT," tulisnya.

Mirip dengan @Bonggaz97, pemilik akun @CHAWNMA98 bahkan menyodorkan teori bahwa akronim dari LGBT sendiri itu melambangkan bencana yang kerap terjadi belakangan ini. Lesbian, misalnya. Ia menafsirkannya sebagai badai, gay sebagai gempa bumi, biseksual sebagai banjir, dan transgender sebagai gunung meletus.

"LGBT itu pengendali bencana alam, kalo di usik nanti mereka mengeluarkan power-nya," kata akun @CHAWNMA98.

Bahkan, pemilik akun @desprate4adate mengklaim LGBT sebagai pembawa bencana sudah terbukti. "Sekarang sudah terbukti LGBT pembawa bencana," tulisnya.

Kita Uji

Kami mencoba menguji argumen yang digaungkan banyak warganet Twitter. Caranya dengan melihat tingkat keramahan negara atas kaum LGBT, lalu mengorelasikannya dengan indeks kerawanan bencana sebuah negara.

Hasil analisis kami mencatat, pernyataan yang banyak disuarakan warganet di Twitter tersebut tak sesuai fakta. Indonesia, seperti kita tahu, tidak pernah disebut sebagai negara yang ramah terhadap kaum LGBT.

Namun, faktanya, menurut The World Risk Index 2019 , Indonesia berada di urutan ke-37 sebagai negara paling rentan terkena bencana. Sebaliknya, negara yang paling ramah LGBT menjadi negara yang paling rendah tingkat rawan bencananya. 

Negara ramah LGBT

Ilustrasi foto (Quino Al/Unsplash)

Kita lihat Malta. Asosiasi LGBT di Eropa, ILGA-Eropa mendapuk negara yang luasnya separuh dari DKI Jakarta ini sebagai negara paling ramah LGBT.

Meski begitu, negara ini tak mendapat "azab" bencana seperti apa yang dikatakan sebagian orang di Twitter. Malahan, menurut The World Risk Index 2019, Malta adalah negara paling aman dari bencana. Nomor dua di dunia setelah Qatar.

Tercatat, indeks kerawanan bencana di negara tersebut hanya 0,54 persen. Seperti dikutip NBC News, pada 2016 Malta menjadi negara pertama yang melarang terapi "penyembuhan" kaum gay.

Parlemen negara itu dengan suara bulat mengesahkan Undang-Undang (UU) yang melarang praktik apa pun yang bertujuan untuk "menyembuhkan" seksualitas orang-orang non-heteroseksual.

Di bawah Malta, negara paling ramah terhadap LGBT adalah Belgia. Negara ini terkenal ramah LGBT karena begitu menghargai salah seorang aktivis yang pertama kali membuat asosiasi LGBTQ di sana, Suzan Daniel.

Untuk menghargai perjuangan Daniel, Belgia sampai membuat jembatan baru di Ibu Kota Belgia, Brussel. Jembatan itu nantinya akan dinamai aktivis gay tersebut.

Asumsi warganet lagi-lagi patah. Negara ini menurut The World Risk Index 2019 termasuk yang paling rendah risiko bencananya yakni 3,07 persen.

Terakhir, atau yang ketiga, negara paling welcome terhadap LGBT adalah Luksemburg. Luksemburg adalah satu dari tiga negara yang punya kepala pemerintahan gay di dunia. Dia adalah Perdana Menteri Xavier Bettel.

Lagi-lagi pernyataan warganet soal LGBT pembawa bencana sekali lagi tak terbukti. Luksemburg malah berada di atas Belgia sebagai negara yang paling aman dari bencana. Negara ini tercatat hanya memiliki indeks kerawanan bencana sebesar 2,43 persen.

Jadi, landasan pikiran mana yang mau Anda adopsi?