JAKARTA – FIFA sudah mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Dalam pernyataan resminya, FIFA menekankan “situasi terkini” sebagai alasan pembatalan.
Situasi terkini yang dimaksud FIFA bisa diartikan beragam. Mungkin saja FIFA tidak percaya dengan pengelolaan keamanan stadion berkaca dari Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober tahun lalu.
Namun, ini hanya kemungkinan kecil. Sebab, dua pekan pasca Tragedi Kanjuruhan, Presiden FIFA Gianni Infantino langsung menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka pada 18 Oktober 2022.
Dalam pertemuan tersebut, Gianni Infantino menjamin FIFA akan bekerja dalam kemitraan yang erat dengan pemerintah Indonesia, dengan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC), dan PSSI untuk mentransformasi dan mereformasi sepak bola Indonesia.
Atau mungkinkah FIFA kecewa dengan para pemimpin Indonesia yang telah melanggar komitmennya?
Ketika Indonesia mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, ada sederet tahapan yang harus dipenuhi, termasuk kualitas stadion dan beragam dokumen dukungan. Dari 10 stadion yang diajukan, FIFA hanya memilih 6 stadion.
Stadion Utama Gelora Bung Karno (Jakarta), Stadion Si Jalak Harupat (Bandung), Stadion Jakabaring (Palembang), Stadion Manahan (Solo), Stadion Gelora Bung Tomo (Surabaya) dan Stadion Kapten I Wayan Dipta (Gianyar Bali).
Masing-masing kepala daerah tempat stadion tersebut berada kemudian menandatangani komitmen bersama sebagai jaminan bahwa mereka juga menyetujui dan mendukung pelaksanaan pertandingan Piala Dunia U-20 di wilayahnya.
Menurut Wakil Ketua Umum PSSI, Zainudin Amali, ada 6 kepala daerah yang menandatangani, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur DKI Jakarta saat itu Anies Baswedan, Gubernur Palembang Herman Daru, dan Gubernur Bali I Wayan Koster.
Untuk Jawa Tengah, kepala daerah penanda tangan komitmen adalah Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Surakarta. Gubernur Ganjar Pranowo tidak membubuhkan tanda tangan dalam Host City Agreement, yang bertanggal 21 Maret 2021. Sedangkan Jawa Timur surat komitmen sebagai arena Piala Dunia U-20 ditandatangani Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, bukan Gubernur Khofifah Indar Parawansa.
“Beberapa menteri dan Kapolri juga ikut government guarantee,” kata Zainudin saat dikonfirmasi pada 30 Maret 2023.
Namun ternyata, seiring penolakan terhadap keikutsertaan timnas Israel di Piala Dunia U-20 yang kian membesar, sejumlah kepala daerah justru melanggar komitmennya.
BACA JUGA:
I Wayan Koster menolak timnas Israel bertanding di Stadion Kapten I Wayan Dipta. Penolakan kemudian disusul oleh kader PDI Perjuangan lainnya Ganjar Pranowo yang menolak keikutsertaan Israel.
“Pantas FIFA marah karena kita tidak bisa berkomitmen, tidak bisa memberikan jaminan keamanan kepada setiap kontestan,” tuturnya.
Tentunya, penolakan keikutsertaan timnas Israel juga menjadi penyebab situasi terkini yang dimaksud FIFA. Mungkin saja, sebagai langkah preventif, FIFA kemudian memutuskan mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Jangan Saling Menyalahkan
Meski sedih dan kecewa mendengar keputusan tersebut, Presiden Jokowi tak bisa berbuat banyak. Dia berharap kejadian itu bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak, termasuk bagi pesepakbolaan nasional.
“Saya tahu, keputusan ini membuat banyak masyarakat kecewa. Saya pun sama merasakan hal itu, kecewa dan sedih. Tapi jangan menghabiskan energi untuk saling menyalahkan satu sama lain dan sebagai bangsa yang besar kita harus melihat ke depan jangan melihat ke belakang,” ucap Presiden dalam keterangan resmi di akun media sosialnya pada 30 Maret 2023.
Presiden juga meminta Ketua Umum PSSI Erick Tohir terus berupaya agar sepak bola Indonesia tidak terkena sanksi, termasuk peluang mendapat kesempatan menjadi tuan rumah event-event internasional lainnya.
Erick Thohir pun meminta semua pecinta sepak bola Indonesia tetap tegar. Keputusan FIFA adalah hal mutlak.
"Indonesia adalah salah satu anggota FIFA, sehingga untuk urusan sepak bola internasional, kita harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Meski pahit, belum lagi ada potensi sanksi dari FIFA, kita harus tegar,” kata Erick dalam keterangannya pada 29 Maret lalu.
Menurut dia, ini saatnya Indonesia membuktikan kepada FIFA lewat kerja keras melakukan transformasi sepak bola Indonesia menuju sepak bola bersih dan berprestasi.
Terlepas dari keputusan tersebut, FIFA tetap berkomitmen akan terus membantu PSSI.
“Anggota tim FIFA akan terus hadir di Indonesia dalam beberapa bulan mendatang dan akan memberikan bantuan yang diperlukan kepada PSSI, di bawah kepemimpinan Presiden Tohir. Pertemuan baru antara Presiden FIFA dan Presiden PSSI untuk pembahasan lebih lanjut akan dijadwalkan dalam waktu dekat,” tulis FIFA dalam keterangan resminya.