JAKARTA - Memori banding yang diajukan oleh Ferdy Sambo ditolak. Majelis Hakim Sidang Banding Kode Etik Polri tetap memberikan sanksi administratif berupa Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH).
Sidang banding dilakukan oleh 5 orang hakim yang dipimpin oleh Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto. Digelar di Mabes Polri, Senin (19/9) tanpa menghadirkan Ferdy Sambo atau kuasa hukumnya.
“Keputusan bersifat kolektif kolegial. Seluruh hakim banding sepakat menolak memori banding yang diajukan oleh Irjen FS,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo usai sidang.
Sesuai dengan Pasal 81 ayat 2, maka proses administrasi terkait keputusan yang dijatuhkan oleh sidang komisi banding akan diproses selama lima hari oleh SDM Polri. Setelah disahkan, berkas banding kemudian diserahkan kepada yang bersangkutan.
Para hakim menilai perbuatan yang dilakukan Ferdy Sambo merupakan perbuatan tercela.
Sebab, diketahui, selain terlibat pembunuhan ajudannya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo juga terbukti melakukan obstruction of justice, menghalang-halangi atau merintangi proses hukum pada suatu perkara.
“Keputusan banding ini bersifat final dan mengikat. Sudah tidak ada upaya hukum lagi terhadap yang bersangkutan. Ini merupakan komitmen dari Bapak Kapolri untuk segera dituntaskan proses terkait kasus-kasus kode etik di Duren Tiga kemarin,” terang Irjen Dedi.
Selanjutnya, Ferdy Sambo akan menjalani sidang pidana. Berkas perkara lima tersangka sudah diserahkan kembali oleh polisi ke Kejaksaan Agung. Berkas empat tersangka: Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer (RE), Bripka Ricky Rizal (RR), Kuwat Maruf (KM) pada Rabu (14/9) dan berkas tersangka Putri Candrawathi (PC) pada Kamis (15/9).
“Tim jaksa peneliti pada Jampidum sudah menerima kembali berkas perkara lima tersangka itu untuk kembali dikaji apa sudah lengkap secara formil, maupun materiil,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Ketut Sumedana, Jumat (16/9).
Kesaksian Bripka RR
Bripka RR, menurut keterangan dari pengacaranya, Erman Umar akhirnya memutuskan membuat keterangan sesuai fakta yang diketahuinya. Tidak lagi mendukung skenario yang dirancang oleh Ferdy Sambo. Namun, RR masih mempertimbangkan untuk menjadi justice collaborator.
"Saat ini, dia merasa sudah menyampaikan apa yang dia ketahui apa adanya kepada penyidik," katanya pada 11 September 2022.
Bripka RR sebenarnya bertugas mengurus keperluan kedua anak Ferdy Sambo yang bersekolah di Taruna Nusantara, Magelang. Pada 7 Juli 2022, Putri, memerintahkannya mengurus pembagian sembako bersama Kuwat Maruf di salah satu Panti Asuhan di Magelang.
Usai itu, sekitar pukul 16.00 WIB, anak ke-3 Ferdy Sambo menelepon meminta dibeliin makanan dan kipas angin kecil. Ricky bersama Richard, di berita sebelumnya ditulis Bharada E, berangkat membeli makanan dan kipas angin.
“Keduanya sempat balik lagi karena si anak minta dibawakan bantal juga. Karena bantal ada di kamar, mereka telepon ibu (PC), tapi enggak diangkat. RR laporan lagi ke anak nomor 3. Akhirnya diputuskan bantal nanti saja,” tutur Erman seperti dilansir dari Kompas TV pada 13 September 2022.
Sesampainya di sekolah, Putri menelepon Richard untuk segera kembali ke rumah.
“Sampai di rumah Magelang menjelang maghrib. Ricky melihat sepi di bawah, Ricky naik ke tangga, suasana agak beda. Kuwat berwajah tegang, si Susi menangis,” ucap Erman.
“Ada kejadian apa Om Kuwat?” tanya RR.
Kuwat menjawab, “Enggak tahu tuh. Tadi si Yosua turun naik-turun naik, pas saya tegur, dia kayak tegang juga, dia enggak mau naik, terus kaya lari. Saya kan jadi curiga. Sementara ibu sakit di atas.”
Kuwat juga menceritakan ke RR sampai menghalangi Brigadir J naik ke atas sambil memegang pisau.
Hati Bripka RR semakin bertanya-tanya. Kemudian, dia menemui Putri di ruangannya. “Ada apa Bu?”
Putri tidak menjawab, justru memerintahkan RR memanggil Brigadir J, “Coba panggil Yosua!”
Bripka RR mulai menduga telah terjadi pertengkaran antara Kuwat dan Brigadir J. Sebagai seorang polisi, lanjut Erman, RR berinisiatif mengamankan senjata milik Brigadir J di kamarnya. Senjata kemudian dipindahkan RR ke kamar anak Ferdy Sambo.
Bripka RR, menurut Erman, juga menanyakan Brigadir J, “Kamu sebenarnya ada apa?”
“Gak tahu tuh Bang, kenapa Om Kuwat marah-marah sama saya,” jawab Brigadir J juga dengan nada kesal.
“Ya sudah, tadi ibu nanyain kamu. Tolong kamu naik yuk, saya temenin,” kata RR.
Brigadir J awalnya menolak, tetapi setelah dibujuk, dia akhirnya menuruti. Saat masuk, Brigadir J langsung duduk di bawah, sementara Putri dalam posisi berbaring setengah badan di kasur. RR kemudian keluar sambil berjaga tak jauh dari pintu kamar.
“Tapi, dia tidak dengar pembicaraan keduanya. Sekitar 10-15 menit kemudian, Putri kembali memanggil RR untuk mengantar Yosua keluar,” ucap Erman.
Suasana setelah itu, berdasar pengakuan Bripka RR sudah kondusif.
Berangkat ke Jakarta
Pada 8 Juli 2022, mereka kembali ke Jakarta. Bripka RR pun mendapat perintah dari Putri untuk ikut juga ke Jakarta.
Mereka berangkat menggunakan 2 mobil. Bripka RR bersama Brigadir J sementara Kuwat, RE, Susi, dan Putri berada di mobil lainnya. Rombongan sampai Saguling sekitar pukul 16.00 WIB.
“Setelah duduk-duduk sebentar dengan para ajudan. RR dipanggil oleh Pak Sambo naik ke lantai 3. Saat ditemui RR, Pak Sambo dalam kondisi menangis dan kelihatan berguncang,” kata Erman.
Ferdy Sambo bertanya kepada RR, “Kamu tahu enggak kejadian di Magelang? Kamu tahu enggak bahwa Ibu dilecehkan oleh Yosua.”
RR, menurut Erman, bingung apa yang sebenarnya terjadi, “Saya tidak tahu Pak.”
Di Saguling itulah, Ferdy Sambo meminta Bripka RR menembak Brigadir J. Namun, RR mengatakan tidak berani dengan alasan tidak kuat mental. Kemudian, Sambo memanggil Richard.
“Richard keluar bengong, termenung. Apa benar pelecehan ini? Kalau benar apa gak perlu diklarifikasi nih, atau harus ditembak? Itu yang berkecamuk di pikiran dia,” Erman menceritakan.
Rombongan Magelang tanpa Susi lalu menuju rumah dinas Duren Tiga menggunakan mobil. Ferdy Sambo sudah berada di dalam rumah. Putri turun dari mobil lebih dulu masuk. Lalu, hanya selang beberapa menit, Kuwat dan RE juga masuk setelah mendapat panggilan.
“Sementara RR, masih di luar buka sepatu dulu. Nah, saat di dalam, RR kaget melihat Richard sudah dalam posisi tembak. ‘Tembak, tembak,’ disuruh tembak sama Pak Sambo. Si Yosua mengangkat tangannya sebatas dada sambil bertanya ada apa, ada apa. Kemudian, mundur sudah terjadi tembakan,” ungkap Erman.
Namun, RR mengaku tidak ingat berapa kali RE menembak Brigadir J. Sebab, saat yang sama ada panggilan HT masuk dari ajudan lainnya karena mendengar suara tembakan. RR kemudian melongok ke luar kemudian masuk lagi ke dalam.
“RR hanya melihat Ferdy Sambo ikut menembak ke arah dinding dan tangga. Tapi, dia tidak melihat apakah Sambo menembak Yosua atau tidak,” tandasnya.
Benar atau tidaknya terjadi pelecehan dan benar atau tidaknya Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir J, persidangan yang akan membuktikan. Pembuktian dua hal itulah yang diyakini akan menentukan hukuman mantan Kadiv Propam Polri itu.