JAKARTA - Gaya hidup hedonisme yang kini marak di lingkup Kepolisian Republik Indonesia, menjadi salah satu perhatian utama wakil rakyat di DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Kompleks Parlemen Senayan, 24 Agustus 2022.
Index kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri terus menurun sejak awal tahun 2022. Hasil survei Indikator Politik Indonesia pada 9 Januari 2022 menunjukkan persentase Polri hanya 74,1 persen berada di urutan ketiga setelah TNI dan Presiden. Padahal, hasil survei dua bulan sebelumnya, tingkat kepercayaan terhadap Polri mencapai 80,2 persen.
Begitupun ketika kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) mencuat ke publik beriringan dengan isu-isu negatif yang menerpa Polri, persentase index kepercaan menukik tajam hingga ke level 54,4 persen pada 22 Agustus 2022.
Anggota Komisi III Adies Kadir tak menampik kondisi tersebut. Dia justru menambahkan faktor lain yang membuat Polri semakin jauh dari kepercayaan masyarakat. Yakni, gaya hidup hedonisme para anggota, khususnya perwira menengah dan perwira rendah.
“Kalau kita lihat di bawah Pak, tingkat direktur, Kapolres, seperti raja-raja kecil di daerah, kadang-kadang kita telepon saja tidak diangkat, wa (whatsapp) tidak dibalas. Perilaku-perilaku seperti ini sudah mulai memperlihatkan bahwa perilakunya sudah luar biasa seperti raja di daerah,” ungkapnya saat Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI bersama Kapolri pada 24 Agustus 2022.
“Sudah mulai pakai cerutu, sudah mulai pakai wine, mobilnya juga sudah mewah-mewah. Kemudian juga kita lihat perilaku istri-istrinya, pakai tas Hermes, sudah gonta-ganti,” Adies menambahkan.
Memang, kata Adies, itu ranah pribadi mereka. Namun, seharusnya gaya hidup tersebut tidak dipamerkan ke publik.
“Tidak usah upload-upload sehingga membuat masyarakat nyinyir. Masyarakat jadi melihat, oh ternyata begini ya Polri,” ucapnya
Padahal, tidak semua seperti itu. Berbeda dengan gaya hidup Kapolri, Kabareskrim, Kabaintelkam, dan para jenderal bintang dua dan tiga lainnya yang selalu terlihat low profile dan selalu merespon cepat keluhan masyarakat.
“Saya mengenal teman-teman Polri, Pak Sigit, Pak Gatot, Pak Agus, Pak Agung, Pak Doviri, Pak Anang sudah lama. Setiap saya berkomunikasi, saya wa, saya telepon, dan perilaku hidup yang bersangkutan sampai saat ini biasa-biasa saja, tidak ada perubahan. Jadi, ini yang mungkin harus diubah Pak Kapolri untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat,” Adies memberi saran.
Anggota Komisi III lainnya, Johan Budi Sapto Pribowo uga mengungkapkan hal sama. “Saya lihat polisi-polisi yang di bawah ini Pak, Kapolres, Kapolsek mulai menikmati hidup hedon. Jadi, kalau bukan Kapolresnya, Kalpolseknya, istrinya Pak di medsos, pamer sepeda harga Rp300 juta dan sebagainya. Ini menyakitkan Pak.”
Sejak era reformasi, Polri telah menjelma sebagai institusi yang powerfull. Namun, yang harus disadari, kekuasaan memiliki kecenderungan korup bila tidak diawasi. Itu sebabnya harus ada tindakan tegas dari Kapolri.
“Kalau ada Kapolda nakal, Kapolres nakal main proyek, meres, jangan dimutasi, pidanakan. Saya tidak nyebut bintang tiga, karena bintang tiga sudah bagus-bagus saya lihat,” tutur Johan dalam kesempatan sama.
Johan Budi meminta Kapolri bisa memperbaiki citra Polri di masyarakat. “Jika Bapak lurus dan benar dalam menjalankan fungsi sebagai Kapolri, saya Johan Budi akan mendukung sepenuhnya, tetapi sebaliknya kalau bapak mulai belok-belok, mulai tidak lurus dan tidak benar, saya orang pertama yang meluruskan Bapak.”
“Paling tidak dengan tindakan. Kalau tindakan Bapak cuek, dengan ucapan. Kalau ucapan juga Bapak tidak gubris, saya akan mendoakan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan keberanian untuk Pak Listyo Sigit,” imbuhnya.
Aturannya Jelas
Terkait dengan gaya hidup hedonisme anggota Polri, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan, aturannya sudah sangat jelas berikut sanksinya, tertera di Perkap dan Telegram Rahasia (TR) dari Divisi Propam.
“Kita sudah punya aturannya dan mereka bisa diproses,” jawab Kapolri.
Semasa menjadi Kadiv Propam Polri, Listyo Sigit sempat menyerukan kepada seluruh anggota Polri agar tidak bergaya hidup mewah. Mengacu dari Surat Telegram Rahasia (TR) Nomor ST/30/XI/HUM 3.4/2019/DIVPROPAM tanggal 15 November 2019.
Ada tujuh poin yang tertera dalam TR tersebut, yakni:
- Anggota Polri tidak menunjukkan dan memakai atau memamerkan barang mewah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi sosial di kedinasan maupun di area publik.
- Senantiasa menjaga diri, menempatkan diri pola hidup sederhana di lingkungan institusi Polri maupun kehidupan bermasyarakat
- Tidak mengunggah foto atau video di media sosial yang menunjukkan gaya hidup yang hedonis karena dapat menimbulkan kecemburuan sosial
- Menyesuaikan norma hukum, kepatutan, kepantasan, dengan kondisi tempat tinggal
- Menggunakan atribut Polri yang sesuai dengan pembagian untuk penyamarataan
- Pimpinan kasatwil, perwira dapat memberikan contoh perilaku dan sikap yang baik, tidak memperlihatkan gaya hidup yang hedonis terutama Bhayangkari dan keluarga besar Polri
- Dikenakan sanksi tegas bagi anggota Polri yang melanggar.
“Perintah tersebut berlandaskan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Kepolisian, Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian, dan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2017 tentang Kepemilikan Barang yang Tergolong Mewah,” terang Kadiv Propam Polri pada 17 November 2019 yang ketika itu dijabat oleh Irjen Listyo Sigit Prabowo.
“Beberapa orang juga sudah banyak yang kita proses, hanya mungkin kita tidak dipublikasikan,” ucap Kapolri seperti dilansir dari Kompas TV pada 8 September 2022.
Teladan Pimpinan
Menurut Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, tuntutan agar Polri mampu mengubah watak dan budaya sudah tertulis sejak era reformasi Polri.
Berdasar reformasi Polri tahun 1999, Polri dipisahkan dari TNI oleh Presiden BJ Habibie melalui Inpres No. 2 tahun 1999. Dikuatkan dengan TAP MPR nomor VI tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, serta TAP MPR nomor VII tentang Peran TNI dan Peran Polri.
Secara struktural, Polri langsung di bawah Presiden. Secara instrumental, Polri tidak lagi merujuk ABRI, dan secara kultural mengharuskan perubahan mindset dan culture set seluruh pimpinan dan anggota Polri.
Masyarakat, ketika itu, terus menuntut watak Polri yang dulunya militeristik berubah jadi humanis dan menghormati HAM. Gaya hidup mewah dengan tampilan yang arogan menjadi sederhana. Masyarakat juga mendesak dihapuskan budaya kolusi, korupsi, dan nepotisme warisan Orde Baru menjadi budaya yang bersih, profesional, transparan, dan akuntabel.
“Namun memang, sulit mengubah watak dan budaya dalam sekejap. Butuh pengawasan secara terus-menerus agar reformasi kultural berjalan on the right track,” kata Poengky dalam pesan tertulis kepada VOI, Kamis (8/9).
“Gaya hidup mewah anggota pun sudah dilarang, termasuk oleh Perkap, STR, dan sebagainya. Tetapi memang butuh contoh teladan dari pimpinan agar anak buah malu bergaya hidup mewah,” Poengky menutup.