JAKARTA - Hubungan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dengan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurrahman kabarnya sudah tidak harmonis. KSAD tidak pernah tampak lagi mendampingi Panglima TNI dalam momen-momen besar.
Misal saja latihan militer gabungan tahunan Super Garuda Shield pada 1-14 Agustus 2022 yang diikuti lebih dari 4.000 tentara dari 13 negara, hanya terlihat Panglima TNI, kemana Jenderal Dudung?
“Ini sudah jadi rahasia umum Pak. Dimana ada Jenderal Andhika tidak ada KSAD,” ucap Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon saat rapat kerja di Komisi I DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/9).
Ketidakharmonisan Panglima TNI dan KSAD kabarnya berlanjut sampai muncul isu anak Dudung tidak lulus akademi militer karena faktor umur dan tinggi badan.
“Memang kalau anak KSAD kenapa? Memang harus masuk? Memang kalau anak presiden harus masuk? Siapa bilang itu, ketentuan apa. Ini kita harus tegas Pak. Kalau ketentuan mengatakan tidak ya tidak, jangan ada diskresi,” Effendi melanjutkan.
Belum lagi isu-isu aktual lain, mulai dari kasus mutilasi hingga pembakaran mayat-mayat di Papua. Tersangkanya adalah seorang brigadir jenderal, tapi sampai saat ini, belum diproses hukum oleh TNI.
“Kami banyak sekali temuan-temuan. Yang insub ordinary, disharmoni, ketidakpatuhan. Ini TNI kaya gerombolan. Lebih-lebih ormas, tidak ada kepatuhan,” ucap Effendi.
“Sebenarnya, apa yang terjadi? Ada apa di tubuh TNI? Kenapa terjadi pembangkangan-pembangkangan di tubuh TNI. TNI itu kehormatannya kepatuhan Pak” ucap Effendi dengan lantang.
Saat ini saja, KSAD tidak lagi hadir mengikuti rapat dengan DPR karena kabarnya sedang mengecek langsung kesiapan prajurit untuk operasi di Papua.
“Harus dibedakan mana rapat yang menjadi prioritas dengan yang rutinitas,” tambah Anggota Komisi I DPR RI, Yan Permenas Mandenas dalam kesempatan sama.
Effendi meminta harus ada penjelasan, “Ada apa sih ini, jangan ada dusta di antara kita dong. Masa setiap ada panglima, dari panglima ke KSAD begitu terus. Dari zaman Pak Moeldoko ini. Pak Moeldoko ke Pak Gatot begini, Pak Gatot ke Pak Hadi begini, Pak Hadi ke Pak Andika begini, Pak Andika ke Pak Dudung begini, sampai kapan Pak?”
Bila terus diabaikan, bukan tidak mungkin akan merusak tatanan hubungan antara junior dan senior di TNI. Effendi bahkan sampai meminta waktu khusus untuk membicarakan isu-isu tersebut
“Saya usul pimpinan pembahasan anggaran kita tutup, kita bahas, kita setujui, tapi isu aktual kita buka lagi. Saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa, saya ingin mendapatkan penjelasan dari bapak-bapak yang diberikan amanah, mendapat kepercayaan dari Presiden, dari kami seperti apa, apa yang terjadi di tubuh TNI?” imbuhnya.
Jawaban Panglima
Menanggapi itu, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa membantah terkait ketidakharmonisannya dengan KSAD. Tidak ada yang melenceng dari tugas pokok dan fungsi. Semua masih berjalan sebagaimana mestinya.
“Enggak ada yang berbeda dan enggak ada yang kemudian melenceng dari tupoksi kita,” ucapnya usai rapat kerja di Komisi I DPR, Senin (5/9).
Adapun terkait anak Jenderal Dudung yang tidak lolos Akmil, Panglima TNI pun mengatakan kurang tepat.
BACA JUGA:
“Yang bersangkutan, saat ini sudah lolos jadi taruna Akmil. Sekarang sudah masuk,” tambahnya.
Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/9) mengatakan Panglima TNI dan KSAD telah memberikan klarifikasi kepada DPR bahwa hubungan keduanya baik-baik saja. Mereka pun memastikan seluruh matra di TNI solid.
Meutya memastikan saat agenda rapat berikutnya, Jenderal Dudung akan hadir. “Jenderal Dudung sudah menghubungi kami. Beliau minta maaf tidak dapat hadir karena ada urgensi beliau harus berangkat ke Lampung.”
Hubungan Moeldoko dan Gatot
Mungkin terlalu berlebihan bila mengaitkan hubungan Panglima TNI dan KSAD era Andika-Dudung dengan era Panglima TNI Jenderal Moeldoko dan KSAD Jenderal Gatot Nurmantyo.
Moeldoko dan Gatot hanya terpaut satu angkatan. Moeldoko lulusan Akmil 1981, sementara Gatot lulusan Akmil 1982. Bahkan, keduanya tercatat sudah tiga kali melakukan serah terima jabatan.
Pertama sertijab sebagai Komandan Brigif-1/Jaya Sakti pada 1999 dari Moeldoko ke Gatot. Lalu, sespri Wakasad pada 1998, terakhir jabatan sebagai Panglima TNI.
“Ini tradisi saya dengan Pak Moeldoko, ini sertijab yang ketiga saya,” ucap Gatot.
Ketika Presiden Jokowi menunjuk Jenderal Gatot menjadi Panglima TNI, Jenderal Moeldoko pun tidak pernah pesimistis. Menurut dia, setiap orang memiliki kemampuan dan kelebihannya masing-masing.
“Saya percaya Jenderal Gatot akan berbuat lebih baik yang akan membuat TNI makin solid, militan, lebih sejahtera, dan dicintai rakyat,” kata Jenderal Moeldoko dikutip dari Antara pada 2015.
Justru, hubungan keduanya menghangat ketika sudah pensiun dari TNI dan berkecimpung dalam dunia politik. Sebab, keduanya berada di kubu berbeda. Jenderal Moeldoko berada di kubu Jokowi ketika Pemilu 2019 dan menjabat Kepala Staf Kepresidenan saat ini.
Sementara, Gatot bergabung dengan tim pemenangan Prabowo-Sandi dan memilih menjadi oposisi sekarang.
Sebagai politikus, keduanya sempat saling sindir. Jenderal Moeldoko pernah mengomentari pernyataan Gatot yang merasakan kebangkitan PKI di Indonesia.
“Jangan berlebihan sehingga menakuti orang lain. Bisa saja itu menjadi komoditas untuk kepentingan tertentu,” tuturnya.
Lalu, ketika terjadi kisruh Partai Demokrat pada 2021 dan Moeldoko maju menjadi Ketum Demokrat versi KLB, giliran Gatot yang menyindir Moeldoko.
"Saya lebih ingin berbicara dan mengajak siapapun mantan prajurit TNI yang ingin melanjutkan pengabdiannya bidang politik, mari bersama-sama kita landasinya dengan etika prajurit, etika politik yang berkepribadian," ucap Gatot kepada awak media.
“Ini yang harus sama-sama perlu saya sampaikan. Dalam melaksanakan kompetisi tetap mengedepankan ksatria, beretika, dan bermoral sehingga melahirkan politik yang benar-benar dihormati,” tambah Gatot.