<i>3: Alif Lam Mim</i>: Film Bergizi yang Diproduseri Arie Untung tentang Sentimen Agama, Intrik Politis, hingga Konspirasi Pemerintahan
Poster film 3: Alif Lam Mim (Sumber: IMDB)

Bagikan:

JAKARTA - Selebriti Tanah Air, Arie K Untung mengunggah sebuah gambar yang menampilkan sejumlah tas bermerek dagang Prancis yang berserakan di lantai. Dalam keterangan gambar, Arie menyebut aksi itu sebagai protesnya terhadap sikap Presiden Prancis Emmanuel Macron yang ia anggap menyudutkan Islam. Unggahan itu jadi kontroversi, mengundang simpati dan hujatan.

"NGGA LAYAK ... Yang sabar ya, teman-teman. Enggak habis-habis cobaan ini, nambah yang satu ini," terkutip dalam keterangan gambar yang Arie unggah, Rabu, 28 Oktober.

Kami tak akan memasuki konteks gagasan dalam unggahan itu. Hanya saja, hujatan netizen terhadap gagasan Arie mengingatkan kami pada film yang sempat Ari produseri --bersama Raam Punjabi lewat studio MVP Pictures, 3: Alif Lam Mim. Saat rilis pada 2015 silam, film itu mengalami kesialan serupa: gagasan yang ditolak.

3: Alif Lam Mim ditarik dari konsumsi publik setelah sempat tancap layar selama satu minggu. Konon, tema dalam film dianggap terlalu sensitif. Jika warganet memandang Ari Untung secara dangkal, kami tidak.

Tentang 3: Alif Lam Mim

Film 3: Alif Lam Mim memang tergolong berani. Pertama, dari identitasnya sebagai film bergenre futuristik. 3: Alif Lam Mim mengambil latar Indonesia di masa depan, tepatnya tahun 2036. Konsekuensi besar diemban Anggy Umbara dan tim. Olahan CGI jadi tantangan besar.

Bermodal pengalamannya menggarap Comic 8 satu tahun sebelumnya, Anggy menunaikan tugasnya --jika tak cukup menyebutnya berhasil-- mewujudkan 3: Alif Lam Mim yang penuh olahan visual. Anggy sendiri pernah mengingatkan penonton untuk realistis dengan ekspektasi grafis yang ia munculkan dalam film.

"Pengembangan efek enam bulan, action lima bulan, fighting dua bulan. Kalau untuk efek kita juga harus ganti mobil, gadget, karena penggambaran latar masa depan," kata Anggy, ditulis Detikcom, September 2015 silam.

Anggy mengatakan ada keterbatasan-keterbatasan, baik dari segi teknologi hingga pendanaan. Namun, hal itu yang menurut Anggy juga jadi nilai tambah yang disoroti beberapa pelaku film internasional.

"Saya paling ingat itu komentar Donna (Smith, mantan produser di Universal Studio). Dia kaget setelah saya kasih tau budget film ini selama 26 hari syuting. Dia bilang, 'tidak mungkin' karena di sana (Hollywood) hanya cukup untuk satu hari syuting (budget)," kata Anggy tanpa menyebut nominal.

Hal menarik dari 3: Alif Lam Mim memang bukan pada teknologi visual, melainkan pada kekuatan cerita. 3: Alif Lam Mim menampilkan perubahan kondisi negara Indonesia yang menganut kuat liberalisme. Indonesia bahkan berganti nama menjadi "Libernesia". Di bawah paham liberalisme, Libernesia tampak damai dan sejahtera dengan kebebasan dan hak asasi manusia yang terjunjung setinggi langit.

Plot 3: Alif Lam Mim dibangun dari tiga karakter utama: Alif (Cornello Suny), Abimana Aryasatya (Lam), dan Agus Kuncoro (Mim). Ketiganya dibesarkan di sebuah padepokan yang dipimpin seorang kyai yang diperankan Cecep Arif Rahman. Ketiganya tumbuh dalam idealisme tinggi, meski dalam konteks berbeda-beda.

Alif memilih menjadi aparat negara untuk menumpas kejahatan dan menegakkan keadilan. Jalan itu ia ambil setelah kedua orang tuanya meninggal akibat aksi kelompok ekstremis.

Sementara, Lam memilih jalan menjadi jurnalis. Jika keadilan adalah inti dari jiwa Alif, Lam memilih kebenaran sebagai pedoman hidupnya. Dalam film, peran keduanya sukses jadi medium kritik. Kepada aparat, lewat Alif. Dan kepada media massa, lewat karakter Lam. Sementara, Mim memilih mengabdi di padepokan yang membesarkan mereka. Di padepokan, Mim setia menjaga dan mendampingi sang pemimpin.

Ketiganya dipertemukan kembali lewat kekacauan. Padepokan yang didiami Mim dituduh sebagai sarang teroris yang jadi kambing hitam atas berbagai pengeboman. Alif, sebagai aparat negara harus berhadapan dengan Mim yang kadung bersumpah membela padepokannya. Kedua karakter ditempatkan sebagai pembangun konflik.

Sementara, Lam berada di tengah keduanya. Sebagai jurnalis, ia menempati posisi objektif. Lewat karakter Lam, konklusi film 3: Alif Lam Mim dibangun. Kebenaran demi kebenaran diungkap oleh Lam, di mana pada akhirnya ia berhasil mengungkap konspirasi yang didalangi elite-elite di Libernesia yang sengaja membuat gaduh untuk tujuan tertentu.

Cerita yang kuat dan deretan pemain berkualitas menjadikan 3: Alif Lam Mim sebagai salah satu film paling kuat di 2015. Selain Cornello Suny, Abimana Aryasatya, Agus Kuncoro, dan Cecep Arif Rahman, bintang muda, Tanta Ginting juga menarik perhatian lewat perannya sebagai seorang tamtama.

Tanta memenangi sejumlah penghargaan. Ia terpilih sebagai Pemeran Pria Pendukung Terfavorit dalam ajang penghargaan Indonesian Movie Actors Award 2016. Tanta juga terpilih sebagai Pemeran Pembantu Pria Terpuji Film Bioskop dalam ajang penghargaan Festival Film Bandung di tahun yang sama.

Di Bandung, Anggy Umbara juga memenangi penghargaan sebagai Sutradara Terpuji Film Bioskop. Bahkan, 3: Alif Lam Mim turut memenangi Piala Maya 2016 atas nama Bounty Umbara untuk kategori Penyuntingan Gambar Terpilih. 3: Alif Lam Mim juga menyerbu lima nominasi di Festival Film Indonesia (FFI) dan mendapat respons positif di Los Angeles Indinesian Film Festival (LAIFF).