Bagikan:

JAKARTA - Sebuah penelitian terbaru mengatakan kita harus makan lebih banyak ubur-ubur jika ingin menyelamatkan planet bumi. Keberadaan ikan sudah makin terancam, sedang ubur-ubur tidak. Ia lebih "terbarukan". Tapi, bagaimana mungkin beralih jika kita tak tahu rasa dan kandungan ubur-ubur?

Para ilmuwan University of Queensland menggelar sebuah penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa konservasi laut harus digalakkan. Manusia tetap boleh makan seafood, namun harus beralih dari ikan. Penangkapan ikan telah jadi ancaman berkelanjutan, termasuk bagi 96 persen spesies yang terancam punah.

Penelitian itu menemukan 91 spesies ikan terancam punah telah ditangkap secara legal dalam skala industri global. Sekitar 15 persen spesies terancam punah itu diperdagangkan secara internasional untuk memenuhi kebutuhan berbagai negara, terutama masyarakat Eropa. Ikan yang dimaksud dalam daftar itu termasuk haddock, mackerel, kuda Atlantik, serta tuna mata besar. 

"Makan sesuatu yang terancam punah seharusnya ilegal, terutama spesies yang sangat terancam punah," kata Dr Carissa Klein, salah satu peneliti, dikutip Euronews, Selasa, 27 Oktober.

“Kami tidak akan pernah mempertimbangkan memakan gorila gunung atau gajah, yang keduanya terancam punah,” tambah kandidat PhD, Leslie Roberson yang ikut dalam penulisan makalah.

Jika kita ingin terus memakan makanan laut, industri harus dialihkan ke sumber yang lebih berkelanjutan. Dan itu tak bisa dilakukan setengah-setengah. Harus menyeluruh dan permanen.

Ilustrasi foto (Oziel Gomez/Unsplash)

Memakan ubur-ubur

Ubur-ubur sejatinya bukan makanan baru. Ia telah jadi makanan pokok dalam beberapa jenis masakan selama lebih dari 1.700 tahun. Namun, langkah yang dimaksud para peneliti Universitas Queensland memang lebih dari itu. Ubur-ubur harus menggantikan ikan sebagai sumber protein utama di seluruh dunia.

Hal ini sangat mungkin. Secara kandungan, ubur-ubur memiliki pasokan protein yang cukup dengan kalori yang hampir nol. Satu porsi berbobot 75 gram ubur-ubur hanya memiliki 36 kalori, jumlah yang hampir sama dengan selada gunung es (larsen). Sementara, kandungan proteinnya hampir menyentuh empat gram.

Ubur-ubur hampir tidak memiliki rasa. Karena itu olahan masakan ubur-ubur membutuhkan racikan saus dan bumbu. Nilai lebihnya, dengan netralitas itu, ubur-ubur hampir dapat diolah jadi jenis masakan apapun.

Di mulut, ubur-ubur terasa kenyal, licin, dan renyah, kata ahli biologi kelautan Lisa-ann Gershwin mendeskripsikan rasa ubur-ubur. "Di mulut rasanya seperti persilangan antara mentimun dan karet gelang," tambahnya.

Roberson menambahkan, dibutuhkan kebiasaan untuk beralih dari ikan. Dan itu harus dilakukan. Ia juga mengatakan tak akan jadi masalah soal ubur-ubur yang tak memiliki cita rasa. Begitu banyak makanan laut yang biasa dinikmati namun tak punya cita rasa otentik. Seringkali tradisi yang membuat sebuah makanan jadi enak dinikmati.

"Banyak selera kami untuk makanan laut sebagian besar didorong oleh budaya dan tradisi," katanya. "Contoh nyata adalah sup sirip hiu. Sirip hiu pada dasarnya tidak berasa. Dan ini semua tentang bumbu dan saus --serta status-- yang membuatnya menjadi makanan lezat di China," Roberson.

Ubur-ubur cannonball dan ubur-ubur lemak biru adalah dua dari banyak spesies ubur-ubur yang bisa dimakan. Ubur-ubur lemak biru berlimpah di perairan Australia, sering muncul dalam kawanan di sepanjang pantai timur Australia.

Selain itu, ada juga ubur-ubur bola meriam yang telah jadi salah satu komoditi ekspor paling berharga di Negara Bagian Georgia, Amerika Serikat (AS). Sebagian besar ekspor dari Georgia berakhir di Jepang, China, dan Thailand.

Ancaman yang tak disadari

Barangkali kita hampir tak menyadari bahwa suatu hari, ikan laut yang kita makan bakal jadi menu ikan terakhir di meja makan kita. Maka, penangkapan ikan harus dihentikan.

Tekanan paling besar ditujukan untuk negara Uni Eropa. Uni Eropa harus mengakhiri penangkapan ikan berlebihan untuk melindungi lautan kita.

Kenapa ubur-ubur? Para peneliti menganalogikan siklus ubur-ubur seperti pohon apel. "Dengan ikan, Anda memancingnya dan mereka semua punah. Tetapi dengan ubur-ubur itu seperti memetik apel dari pohon," ungkap Gershwin.

Ubur-ubur dijelaskan memiliki siklus reproduksi yang terbarukan. "Mereka memiliki siklus hidup yang semakin banyak Anda buang, semakin banyak mereka menghasilkan. , seperti apel di pohon," tambah Gershwin.