Cek Fakta Debat Pence-Harris: Benarkah Penanganan COVID-19 AS Sebaik Klaim Trump dan Pence?
Trump dan Pence (Sumber: Instagram/@realdonaldtrump)

Bagikan:

JAKARTA - Penanganan pandemi COVID-19 Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Donald Trump jadi salah satu bahasan paling sengit dalam debat dua kandidat wakil presiden, Kamala Harris dan Mike Pence. Harris menyerang banyak. Dari langkah resmi otoritas hingga personal Trump yang kerap menunjukkan sikap abai pada situasi pandemi. Pence membela kubunya. Namun, sejatinya seperti apa situasi pandemi AS hari ini?

Perdebatan dimulai ketika moderator, Susan Page melempar pertanyaan tentang apa yang dilakukan pemerintahan Trump, termasuk Biden di dalamnya dalam memerangi pandemi. Page juga mengingatkan angka kematian warga AS akibat virus corona yang mencapai 210 ribu.

Harrus menyoroti jumlah itu. Ia mengecam Gedung Putih karena gagal bertindak cepat sejak awal pandemi. "Mereka tahu apa yang terjadi dan mereka tidak memberi tahu Anda. Mereka tahu, dan mereka menutupinya," kata Harris.

Pence membela koleganya di Gedung Putih. Menurutnya, pemerintah AS telah mengambil segala langkah yang diperlukan untuk meminimalisir dampak pandemi, bahkan mengakhirinya. Pence bahkan mengatakan pemerintahan Biden tak akan bernasib lebih baik jika berada di bawah risiko yang sama.

"Bangsa kita melewati masa yang sangat menantang tahun ini, tetapi saya ingin rakyat Amerika tahu bahwa sejak hari pertama, Presiden Trump telah mengutamakan kesehatan rakyat Amerika," ujar Pence.

Bagaimanapun, Pence adalah sasaran empuk Harris dalam debat terkait corona. Kampanye Trump soal bahaya semu COVID-19 membebani Biden yang duduk berhadapan dengan Harris.

Seperti diketahui, Trump, beberapa hari lalu terkonfirmasi virus corona. Dalam hitungan hari, Trump keluar dari rumah sakit tanpa ada informasi apakah dirinya telah sembuh atau belum. Bahkan, usai keluar dari rumah sakit, Trump langsung mengeluarkan seruan agar masyarakat AS tak takut pada COVID-19.

Kondisi AS

Hanya dalam delapan bulan, COVID-19 telah membunuh lebih banyak orang Amerika daripada flu yang terjadi selama gabungan lima musim flu terakhir. Virus corona juga jauh lebih menular daripada flu.

Penelitian menunjukkan bahwa seseorang dengan flu menginfeksi rata-rata sekitar 1,28 orang lainnya. Sementara, seseorang dengan COVID-19 menginfeksi rata-rata sekitar dua hingga tiga orang lainnya. Dan tanpa upaya mitigasi, seperti jaga jarak sosial dan protokol kesehatan lain, penyebarannya akan jauh lebih parah.

Selain itu, virus corona dapat menyebar selama berhari-hari tanpa gejala. Masa inkubasi flu jauh lebih pendek. Artinya, orang-orang yang mengidap flu cenderung mulai merasa sakit lebih awal dan mampu menghindari kontak dengan orang lain. COVID-19 tak begitu.

Trump juga sempat menyebut vaksin flu yang dapat digunakan untuk COVID-19. Trump mengutip pernyataan para ahli tentang vaksin flu itu, yang dapat mengurangi jumlah kematian dalam jumlah drastis. Namun, pernyataan ahli merujuk pada penanganan flu, bukan COVID-19.

Facebook bahkan menghapus unggahan Trump, menandainya sebagai informasi keliru. Tetapi, sepertinya hal itu tidak berpengaruh pada pendekatan Trump. Nasihatnya untuk tidak membiarkan virus corona "mendominasi hidup Anda" memengaruhi banyak orang, baik mereka yang pro dan kontra.

Segala narasi Trump terbantahkan oleh sejumlah fakta. Pertama penyebaran virus corona di Gedung Putih. Stephen Miller, penasihat kebijakan utama Trump menjadi pejabat Gedung Putih terbaru yang dinyatakan positif. Setelah bekerja dari rumah selama beberapa hari, Miller muncul kemarin untuk bekerja dan dinyatakan positif. Seorang sumber CNN mengatakan.

Meski transmisi berkembang, Gedung Putih menolak tawaran CDC untuk membantu penyelidikan mengenai segala hal tentang wabah. Selain wabah Gedung Putih, Pentagon juga tercatat dalam bahaya, setelah hampir semua orang yang menghadiri pertemuan di Ruang Aman dikarantina. Hanya satu yang bersih, seorang anggota Kepala Staf Gabungan.

Selanjutnya, terkait studi terbaru yang menyebut sebagian besar pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit menunjukkan gejala neurologis. Studi yang diterbitkan dalam jurnal Annals of Clinical and Translational Neurology menyebut lebih dari 4/5 pasien COVID di sembilan rumah sakit di wilayah Chicago mengalami gangguan kesehatan, seperti nyeri otot, sakit kepala, ensefalopati, dan pusing.

Terkait vaksin, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS menjelaskan bahwa mereka ingin melihat data tindak lanjut dalam dua bulan terakhir sejak dosis vaksin kedua disuntikkan kepada para sukarelawan. Hal itu terkait dengan permintaan Trump agar proses pembagian vaksin dapat dilakukan dengan produk undang-undang khusus sebelum hari pemilihan.

Hal itu dianggap menyulitkan, sebab tak mungkin bagi pembuat vaksin manapun mengajukan otorisasi penggunaan darurat demi hari pemilihan.

Kembali tentang kebijakan Trump. Ia baru-baru ini membatalkan pembicaraan tentang stimulus virus corona. Keputusan itu jadi pukulan besar bagi jutaan orang AS yang masih menganggur dan mereka pelaku bisnis kecil serta maskapai besar yang berjuang untuk tetap bertahan.