Bagikan:

JAKARTA - Munculnya gerakan Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) memantik beragam reaksi dari kubu pemerintah. Politisi partai pendukung pemerintah PDIP, Kapitra Ampera bahkan menyebut salah satu tuntutan KAMI merupakan perbuatan makar. Pertanyaannya apakah respon tersebut menandakan sinyal kekhawatiran dari kubu pemerintah?

Beragam komentar datang dari kubu pendukung pemerintah atas kemunculan gerakan KAMI. Politisi PDIP Kapitra Ampera misalnya, ia menyoroti soal tuntutan Sidang Istimewa yang dilontarkan oleh salah satu tokoh KAMI Novel Bamukmin, merupakan perbuatan makar.

"Nah, kalau ada tuntutan seperti (sidang istimewa) kan namanya kegiatan makar yang berbungkus moral. Kalau begitu, ini sudah nggak bener," kata Kapitra dikutip Suara. Menurutnya tuntutan Sidang Istimewa adalah tindakan yang tidak berdasar pada ilmu ketatanegaraan.

Komentar lainnya muncul dari politisi Partai NasDem yang menjadi salah dua partai pendukung pemerintah. Ia adalah Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya. Ia menyarankan agar KAMI semestinya bisa menghargai kerja pemerintah. 

"Kalau kita bersikap dan bertindak atas dasar saling menghargai posisi dan peran masing-masing, tentu segala perbaikan akan terjadi. Perannya kelompok kritis seperti KAMI harus kita hargai, begitu juga semestinya KAMI menghargai kerja-kerja yang dilakukan pemerintah," kata Willy kepada wartawan. 

Lebih lanjut Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR tersebut mengatakan 8 poin tuntutan yang dilayangkan KAMI telah menjadi fokus pemerintah maupun DPR. "Saya kira tuntutan KAMI pada hampir 49 persennya sudah objektif dan memang sudah menjadi consern perbaikan oleh pemerintah. Selebihnya ya bisa dinilai sendiri oleh publik," ujarnya.

Sebelumnya, KAMI menyampaikan delapan tuntutan kepada pemerintah. Beberapa tuntutan tersebut di antaranya menyinggung soal penanggulangan pandemi COVID-19, resesi ekonomi, hingga mengkritisi sistem oligarki dan politik dinasti. 

Kekhawatiran?

Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komaruddin menilai ada kekhawatiran dari kubu pemerintah atas kemunculan KAMI, kalau melihat dari komentar-komentar tersebut. "Rasa khawatir itu ada," katanya kepada VOI

Pasalnya, kata Ujang, gerakan ini bisa menjadi besar jika diseriusi. Apabila demikian, bukan tidak mungkin KAMI bisa menggoyang pemerintah. 

"Dan kalau dapat dukungan rakyat akan besar. Jika gerakannya besar bisa saja menggoyang pemerintah," kata Ujang.

Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengomentari terkait penyebutan makar pada gerakan yang katanya berlandaskan moralitas tersebut. Pasalnya gerakan sipil seperti KAMI biasa terjadi di negara-negara demokrasi. 

"Berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat dimuka umum baik melalui lisan maupun tulisan dijamin oleh komstitusi negara. Jadi bebas saja. Karena Indonesia negara demokrasi. Bukan negara otoriter," beber Ujang.

Seperti diketahui, koalisi yang terdiri dari beberapa tokoh seperti Rachmawati Soekarnoputri, Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, hingga Rocky Gerung, dan Refly Harun ini resmi dideklarasikan di Tugu Proklamasi, Jakarta, kemarin. Mereka menyebut gerakan tersebut sebagai gerakan moral yang berjuang mewujudkan masyarakat Indonesia sejahtera.