Cari Bukti Dugaan Suap Bupati Kuansing, KPK Geledah 3 Lokasi dan Temukan Catatan Keuangan
DOK VOI

Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan catatan keuangan yang diduga berkaitan dengan dugaan suap terkait perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Temuan ini didapat saat tim KPK saat menggeledah tiga lokasi.

Kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) ini menyeret nama Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra.

"Tim penyidik telah selesai melakukan upaya penggeledahan di tiga lokasi berbeda yang berada di wilayah Pekanbaru," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 22 Oktober.

Ada pun tiga lokasi yang digeledah pada Kamis, 21 Oktober yakni kantor di Kecamatan Limpa Pulu, Kota Pekanbaru, Riau dan dua rumah di Tangkerang serta Maharatu, Marpoyan Damai, Pekanbaru, Riau.

"Dari tiga lokasi dimaksud ditemukan dan diamankan bukti antara lain berbagai dokumen berupa catatan keuangan yang diduga terkait dengan perkara," ungkap Ali.

Setelah bukti tersebut ditemukan, KPK selanjutnya akan melakukan analisis yang kemudian dilanjutkan dengan penyitaan.

"Selanjutnya bukti-bukti tersebut akan di cocokkan keterkaitannya dengan perkara ini dan dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara tersangka AP dkk," ujarnya.

Selain menetapkan Andi Putra, KPK juga menetapkan General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso. Kasus ini bermula saat PT Adimulia Agrolestari mengajukan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) mulai 2019 dan berakhir pada 2024.

Pada pengajuan itu disebutkan tiap perusahaan harus membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU di wilayah Kuansing. Namun, perusahaan tersebut justru membuatnya di Kabupaten Kampar bukan di Kabupaten Kuansing.

Meski begitu, Sudarso tetap mengajukan surat permohonan kepada Andi untuk menyetujuinya. Hanya saja, kesepakatan itu tercapai dengan adanya pemberian uang yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada September sebesar Rp500 juta dan Oktober Rp200 juta.

Akibat tindakan itu, KPK kemudian menetapkan Andi dan Sudarso sebagai tersangka. Kedua tersangka tersebut ditahan di dua tempat yang berbeda yaitu di Rutan KPK Pada Cabang Pomdam Jaya Guntur dan Gedung Merah Putih.

Atas perbuatannya, Andi yang merupakan penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Sudarso sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.