Wali Kota Bima Arya Tanggapi Bisnis Wisata Glow Kebun Raya Bogor yang Jadi Kontroversi
DOK VIA ANTARA

Bagikan:

BOGOR - Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto memberikan tiga poin tanggapan soal bisnis program Wisata Edukasi Glow di Kebun Raya Bogor oleh PT Mitra Raya Natura (MRN).

Ketiga poin tersebut disampaikan Bima Arya menanggapi aspirasi masyarakat tersebut di sela meninjau uji coba Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SD Mardi Waluya.

"Pertama itu kewenangan di BRIN, di pemerintah pusat, kedua kita belum PPKM level 2 jadi tidak bisa buka, dan IPB masih melakukan kajian," kata Bima Arya dikutip Antara, Senin, 18 Oktober.

Bima Arya menjelaskan, poin pertama soal pengelolaan Kebun Raya Bogor mengenai kewenangan berada di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Ini artinya pemberi izin berlangsung atau tidak bisnis wisata Edukasi Glow Kebun Raya Bogor itu bukan pada Pemerintah Kota Bogor.

Selanjutnya, Pemberlakuan Penbatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kota Bogor belum level 2, maka bisnis wisata yang dilakukan malam hari di area konservasi tumbuhan dan hewan tersebut tetap saja belum bisa dilaksanakan, sekalipun telah mendapatkan izin dari BRIN.

Poin ketiga, Pemerintah Kota Bogor masih menunggu hasil kajian yang sedang dilakukan para peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Dari hasil kajian peneliti mengenai dampak aktivitas bisnis tersebut terhadap ekosistem di Kebun Raya Bogor, juga dampak ekonomi yang timbul akan terbuka.

Kajian akan coba meneliti inovasi Pengelola Kebun Raya Bogor, PT MRN yang menambah kegiatan di Kebun Raya Bogor bukan hanya sebagai tempat konservasi tumbuhan dan hewan melainkan menjadi lokasi wisata edukasi di malam hari.

 

Program Glow menyuguhkan sinar lampu yang menerangi lima titik taman di Kebun Raya Bogor dari pintu masuk ke Taman Pandan, Taman Meksiko, Taman Akuatik, Lorong waktu di Wilayah Kenari II dan Taman Astrid.

Wisata tersebut menurut rencana akan dibuka hanya pada akhir pekan mulai pukul 18.00-21.00 WIB dengan batas jumlah pengunjung hanya 50 orang per hari.

Program Glow itu mendapat penolakan empat mantan kepala Kebun Raya Bogor (KRB) karena wisata malam itu menggunakan cahaya buatan di tempat konservasi tumbuhan tersebut yang dinilai dapat mengganggu biota malam.

Keempatnya ialah mantan Kepala Kebun Raya Bogor periode 1983-1987 Usep Soetisna, periode 1990-1997 Suhirman, periode 1997-2003 Dedy Darnaedi dan periode 2003-2008 Irawati yang menyampaikan kritik melalui surat terbuka.

Karena itu, Pemerintah Kota Bogor akan menunggu hasil kajian para peneliti untuk mendapatkan pertimbangan secara ilmiah alasan penolakan tersebut.

Bima Arya akan menyampaikan apa pun hasil kajian para peneliti IPB itu kepada BRIN. Kemudian mengadakan pertemuan kembali dengan lembagai tersebut dan pihak pengelola Kebun Raya Bogor yakni PT MNR.

"Kita lihat bersama-sama hasil kajian itu dulu nanti," ujar Bima.

Di sisi lain, penolakan juga dilakukan budayawan Jawa Barat dengan menggelar atraksi budaya di depan Balai Kota Bogor, Rabu (13/10), karena tidak ingin pengelolaan Kebun Raya Bogor ditangani oleh swasta.

Budayawan menilai, Program Glow yang dihadirkan PT MRN mengusik Budaya Sunda yang menghormati Kebun Raya Bogor sebagai tempat pusaka.

Kebun Raya bukan hanya rumah tumbuhan dan hewan melainkan juga pusat kebudayaan sunda dari Jaman kerajaan Pakuan Pajajaran.

Untuk menampung aspirasi para Budayawan Sunda itu, Pemerintah Kota Bogor diwakili Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim meminta pembentukan tim aspirasi yang akan dihubungkan kepada pihak pengelola Kebun Raya Bogor.

Budayawan dalam aksinya pun menuntut tujuh poin, tiga di antaranya ialah Wali Kota Bogor, PT. MRN dan BRIN mematuhi Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 10 tahun 2011, Kebun Raya Bogor berkekuatan hukum berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Bogor tahun 2020.

Kemudian, Wali Kota Bogor, PT MRN dan BRIN menghormati Kebun Raya Bogor sebagai pusaka Kota Bogor berdasarkan perwali 17 tahun 2015.

Pemerintah Kota Bogor juga segera membentuk tim kota pusaka, sesuai amanat Perwali 17 tahun 2015 dan Wali Kota Bogor sebagai penanggung jawab dengan melibatkan tokoh adat, tokoh budaya dan tokoh masyarakat.