Bagikan:

JAKARTA - Kegiatan olahraga dilakukan berbeda di masa pandemi COVID-19. Dimana masyarakat mesti menjaga kebugaran sekaligus menerapkan protokol pecegahan COVID-19. Maka, banyak anggapan yang beredar soal berolahraga dengan cara yang tak biasa tersebut.

Dokter spesialis olahraga sekaligus direktur Slim & Health Sports Center Jakarta, Michael Triangto, akan menjelaskan rumor mengenai kegiatan yang beredar di masyarakat. 

Ada anggapan bahwa berolahraga mengenakan masker akan mengganggu kesehatan. Michael menyebut, anggapan ini adalah mitos. Masyarakat dibolehkan berolahraga mengenakan masker selama dalam intensitas ringan dan sedang. 

"Penggunaan masker tidak akan mengganggu pernafasan termasuk juga saat berolahraga dengan intensitas ringan sampai dengan sedang karena disaat itu tubuh tidak membutuhkan udara pernafasan dalam jumlah banyak," kata Michael dalam keterangan tertulis, Sabtu, 25 Juli.

Michael bilang, penggunaan masker akan bertindak sebagai penyaring udara maksimal 90 persen dan sama sekali tidak menghentikan aliran udara pernapasan. Meski begitu, Michael mengaku akan ada rasa tidak nyaman ketika berolahraga mengenakan masker.

"Kalaupun ada rasa tidak nyaman, tentunya dapat teratasi setelah penggunaan secara teratur tubuh akan terbiasa dalam menggunakannya. Penggunaan masker yang tepat dengan cara yang benar adalah bentuk tanggung jawab kita untuk tidak terinfeksi dan menginfeksi orang lain terhadap COVID-19," ucap dia.

Kemudian, anggapan soal kegiatan car free day (CFD) di ruang terbuka tak bisa menularkan COVID-19. Michael bilang hal ini juga mitos. Sebab, masyarakat tidak mematuhi protokol pencegahan COVID-19, mereka akan tetap berpotensi tertular.

"Bila udara terbuka yang dimaksud adalah acara car free day, di mana penuh dengan masyarakat yang bergerombol, tentunya kita akan sulit untuk menjaga jarak dan resiko akan bertambah jika masyarakat tidak mematuhi protokol kesehatan," tuturnya.

Selain itu, ada anggapan bahwa berolahraga berat di pusat kebugaran (gym) akan meningkatkan daya tahan tubuh sehingga dapat terhindar dari COVID-19. Hal ini juga merupakan mitos.

"Bila olahraga tersebut terus ditingkatkan intensitas latihannya sehingga menjadi berat malah akan menurunkan intensitas tubuh sehingga akan lebih memungkinkan untuk terinfeksi virus COVID-19," kata Michael.

 

"Selain itu bilamana kebersihan peralatan yang dipakai bersama tidak dapat dijaga dengan baik maka hal tersebut juga akan mempermudah penularan dari satu orang ke orang lain," lanjut dia.

Selanjutnya, anggapan soal kegiatan berenang sama dengan mandi, sehingga dapat mencegah COVID-19. Hal ini menjadi mitos jika berenang dilakukan di kolam renang umum akan memiliki risiko besar penularan COVID-19.

Lalu, anggapan penggunaan kalung eucalyptus dapat menghindari COVID-19 juga merupakan mitos. Kata dia, minyak eucalyptus memiliki manfaat untuk mengurangi gejala-gejala influenza, hidung tersumbat dan juga sebagai anti radang. 

COVID-19 juga memiliki gejala mirip dengan influenza. Namun, sumbatan saluran pernafasan berat pada COVID-19 sangat berbeda dari flu pada umumnya. 

"Oleh sebab itu, minyak eucalyptus mungkin dapat membantu meringankan gejala yang ada pada Covid namun tidak untuk mencegah ataupun menyembuhkannya. Dengan demikian pernyataan tersebut adalah mitos," tuturnya.

Kemudian, anggapan bersepeda merupakan olahraga paling aman selama pandemi COVID-19 juga merupakan mitos. Kata Michael, bersepeda memang membantu mengatasi berbagai penyakit. Namun, hal itu juga mesti dibarengi dengan penerapan protokol kesehatan.

"Bila bersepeda tanpa menggunakan masker secara benar, dilakukan bersama dengan orang yang tak dikenal, kelompok pesepeda tersebut berjumlah lebih dari lima orang dan tidak menjaga jarak dari satu pesepeda dengan pesepeda lain sejauh 20 meter atau lebih maka resiko untuk terinfeksi menjadi sangat besar," imbuhnya.