Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mulai mengoperasikan bus Jabodetabek Residence Connexion (JR Connexion) dengan rute Sentul City–Blok M.

Kepala BPTJ Polana B. Pramesti menyebut layanan bus ini digunakan sebagai alternatif penggunaan kereta rel listrik (KRL) Commuterline rute Bogor-Jakarta yang selalu menumpuk pada pagi dan sore hari di masa pandemi COVID-19 akibat pengurangan kapasitas penumpang dalam gerbong.

"Sesuai target RITJ, salah satu Indikator Kinerja Utama BPTJ adalah pencapaian moda share angkutan umum massal sebesar 60 persen pada tahun 2029," kata Polana dalam keterangan tertulis, Kamis, 23 Juli.

Guna mencapai target tersebut, layanan JR Connexion menjadi salah satu bentuk inovasi untuk melayani penumpang dari kantong-kantong demand seperti permukiman menuju pusat perkotaan.

Dari Sentul ke Jakarta dan sebaliknya, masyarakat dapat menggunakan layanan JR Connexion dengan tarif sekali jalan Rp25 ribu. Meski begitu, besaran ini masih dalam tarif promo masa uji coba. 

 

Ada 3 bus yang disiapkan pada pagi dan sore hari. Pagi hari, bus berangkat dari Terminal Sentul City, tepatnya di depan Masjid Besar Jabal Nur dengan waktu keberangkatan pukul 05.30 WIB, 06.00 WIB dan 09.00 WIB. 

Sementara, untuk rute sebaliknya, bus beroperasi pada pukul 17.00 WIB, 17.30 WIB dan 20.00 WIB dengan titik keberangkatan dari Pasar Raya Blok M, Jakarta Selatan. 

Tarif layanan JR Connexion memang berkali lipat lebih mahal dibanding KRL Jabodetabek. Namun, kata Polana, tujuan layanan angkutan umum ini tak terbatas untuk mendorong masyarakar agar berpindah dari penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum massal. 

Tujuannya, kata dia, adalah menumbuhkan kepercayaan publik bahwa angkutan umum massal adalah pilihan terbaik dan dapat diandalkan untuk aktivitas komuter. Terlebih, di masa pandemi ini, masyarakat sebisa mungkin harus menjaga jarak aman dan tidak berdesakan dalam menggunakan angkutan umum.

"Untuk itu, kuncinya adalah pelayanan. Jika masyarakat mendapatkan pelayanan yang baik, dengan sendirinya masyarakat pasti akan berpindah ke angkutan umum massal." jelas Polana.

Polana melanjutkan, efek yang bisa dicermati dari layanan bus ini adalah potensi peningkatan kepercayaan publik, yang dapat menjadi investasi yang bernilai bagi keberlanjutan bisnis.

"Konsistensi memberikan pelayanan dengan displin menegakkan protokol kesehatan selama pandemi akan menimbulkan rasa aman pada diri penumpang. Rasa aman yang dirasakan penumpang ini lambat laun akan menimbulkan trust atau kepercayaan publik yang sangat bernilai jangka panjang bagi pelaku bisnis angkutan ini," ucapnya.