Bagikan:

JAKARTA - Jika tidak ada aral melintang, Barbados akan segera menjadi negara republik, melepas keterikatannya dengan Kerajaan Inggris pada November mendatang, setelah melalui proses yang panjang.

Memperoleh kemerdekaan dari Inggris medio 1960-an, negara yang terletak di Laut Karibia ini tetap menjadi anggota Persemakmuran, bersalam selusin negara lain yang mengkui Ratu Elizabeth II sebagai kepala negara resmi.

Mengutip Sputnik News 1 Oktober, Perdana Menteri Mia Mottley telah mengusulkan Dame Sandra Mason untuk menduduki jabatan Presiden Barbados yang pertama, mengakhiri masa kolonialnya, langkah awal menjadi republik dan lepas dari status Persemakmuran.

"Kami percaya (Ms. Mason) adalah nominasi yang tepat untuk jabatan menjadi presiden pertama Barbados yang dipilih oleh parlemen ini. Saya senang untuk melaporkan, pemimpin oposisi yang terhormat seperti saya setuju martabat acara tersebut membutuhkan upaya bersama ini. Ada beberapa hal yang justru di atas pertimbangan partisan di bangsa ini," ujar Mottley.

Pernyataan Mottley muncul beberapa jam setelah Parlemen Barbados memberikan suara bulat, untuk mengamandemen Konstitusi negara itu guna menjadi sebuah republik.

Awal bulan ini, Perdana Menteri Mottley mengungkapkan perdebatan tentang hubungan negara itu dengan Kerajaan Inggris telah berlangsung di Barbados selama dua dekade, sebelum akhirnya negara kepulauan itu memutuskan untuk menjadi independen.

"Ini bukan keputusan yang memecah belah. Ini memungkinkan orang-orang Barbados mengatakan kepada dunia, kami memiliki kepercayaan diri untuk bertanggung jawab penuh atas siapa kami dan apa yang kami lakukan," papar Mottley.

Saat ini, Dame Sandra Mason memegang jabatan gubernur jenderal Barbados, perwakilan Ratu Elizabeth II. Jika parlemen menyetujui pencalonannya, Mason akan menjadi presiden pertama negara itu pada 30 November 2021, pada tanggal yang sama negara itu memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 1966.

Keputusan Barbados untuk menjadi republik tidak akan mempengaruhi keanggotaannya di Persemakmuran. Istana Buckingham merilis pernyataan singkat yang mengomentari keputusan negara tersebut, dengan mengatakan itu adalah "masalah pemerintah dan rakyat" Barbados.

Jika semua berjalan sesuai rencana, langkah itu akan mengurangi kekuasaan Ratu Elizabeth II menjadi 15 negara. Jamaika adalah negara lain yang telah menyatakan keinginan untuk menghapus raja Inggris sebagai kepala negara nominalnya. Mark Golding, yang mengepalai Partai Nasional Rakyat mengatakan tindakan itu sangat penting.