JAKARTA - Munculnya kasus COVID-19 pada anak sekolah yang menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) membuat dorongan agar vaksinasi COVID-19 pada anak dilakukan dengan segera.
Ahli epidemiologi dari Griffity Universty Australia, Dicky Budiman menuturkan vaksinasi pada anak diperlukan untuk mencapai kekebalan komunal atau herd immunity pada populasi di Indonesia.
Sebab, menurut dia, jika anak-anak belum divaksinasi, Indonesia akan sulit mencapai target herd immunity.
"Vaksinasi anak ini memang sangat penting karena populasi anak secara kan 32 persen dan di indonesia kurang lebih 20 persen. Kalau vaksinasi pada anak tak dihitung, herd immunity akan sulit tercapai," kata Dicky kepada VOI, Selasa, 28 September.
Dicky bilang, sejumlah negara di dunia pun sudah memulai vaksinasi pada anak. Ia mencontohkan, Kuba sudah melakukan vaksinasi anak usia di atas 2 tahun menggunakan vaksin lokal.
Kemudian, Kamboja dan Chili juga sudah melakukan vaksinasi anak usia di atas 6 tahun menggunakan Sinovac. Lalu, Israel melakukan vaksinasi anak usia di atas 5 tahun menggunakan sepertiga dosis Pfizer.
"Terkait potensi adanya vaksinasi pada anak di bawah 12 tahun sebenarnya sudah besar. Banyak negara sudah mulai vaksinasi anak," ujar dia.
BACA JUGA:
Namun, Dicky memandang sebaiknya Indonesia menunggu hasil uji klinis fase III vaksinasi COVID-19, dalam hal ini Sinovac dan Sinopharm.
Saat ini, Sinovac sedang melakukan uji klinis fase 3 untuk usia di atas 3 tahun menggunakan Sinopharm di Uni Emirat Arab dan uji klinis fase 3 usia di atas 3 tahun menggunakan Sinovac di Afrika Selatan.
"Kita bisa tunggu uji klinis fase 3 ini. Memang, arahnya kalau saya lihat sih potensinya setidaknya awal tahun depan sudah mulai vaksinasi untuk anak-anak setelah data terpenuhi, lalu BPOM sudah mengeluarkan izin (penggunaan darurat)," ungkap Dicky.
Sebagai informasi, berdasarkan data yang dirilis Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudrsitek), terdapat 19.153 kasus COVID-19 yang ditemukan dari 1.296 sekolah.
Dari total siswa, guru, hingga tenaga kependidikan yang terkonfirmasi positif, kasus paling banyak berada di SD yakni 581 Sekolah. Lalu, disusul PAUD 252 sekolah, SMP 241 sekolah, SMA 107 sekolah, SMK 70 sekolah, dan SLB 13 sekolah.