Impor Jadi Faktor Utama Naiknya Peringkat Ketahanan Pangan Indonesia
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus pengamat pertanian Dwi Andreas Santosa mengungkap, indeks ketahanan pangan Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2015, indeks ketahanan pangan Indonesia berada di ranking ke-75 dari 113 negara, dan naik jadi ke-62 di tahun 2019.

Namun, kata Andreas, sangat disayangkan peningkatan ini karena Indonesia marak melakukan impor. Ketahanan pangan Indonesia terlihat tidak memedulikan darimana pangan tersebut berasal.

"Pertanyaannya, mengapa posisi kita naik? Karena amat sangat disayangkan karena faktornya adalah impor. Ketahanan pangan tak memedulikan dari mana pangan berasal," katanya, dalam acara IDX Channel, Selasa, 14 Juli.

Andreas menjelaskan, impor pangan Indonesia melonjak dari 22 juta ton atau hanya 8 komoditas di 2014. Kemudian, pada 2018 angkanya menjadi 28 juta atau melonjak 6 juta ton dalam waktu relatif singkat.

Oleh sebab itu, memacu produksi dalam negeri menjadi satu-satunya jalan agar ketahanan pangan tak lagi mengandalkan impor. Jika tidak, maka krisis kelangkaan pangan yang terjadi di kawasan Timur Tengah pada peristiwa Arab Spring, bisa terjadi di Indonesia.

Selain mendorong produksi dalam negeri, pemerintah juga perlu mendorong tingkat pendapatan masyarakat. Hal ini untuk memastikan keterjangkauangan pangan oleh masyarakat. Faktor ini, menjadi kunci keberhasilan Singapura meningkatkan ketahanan pangan.

Bulog Akan Bangun 14 Gudang

Untuk menjaga ketahanan pangan, Perum Bulog akan segera membangun gudang baru di sejumlah wilayah. Langkah yang diambil perusahaan pelat merah bidang pangan ini untuk mendukung pembangunan lumbung pangan di wilayah Kalimantan.

Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso mengatakan, gudang yang dibangun untuk 14 wilayah ini nantinya bisa untuk menyimpan beras dalam kurun waktu yang relatif lama.

Buwas, sapaan akrabnya, menjelaskan, pembangunan gudang baru ini didasari kepada adanya perkembangan pertanian di beberapa wilayah. Selain itu, pembangunan gudang baru ini juga disesuai dengan kebutuhan.

"Kami membangun gudang untuk wilayah yang memproduksi kedelai. Kami membangun gudang di wilayah yang memang memproduksi beras," tuturnya.

Mantan Kepala BNN ini menjelaskan, nantinya gudang baru ini berupa Selo, di mana dalam satu Selo bisa menampung hingga 2.000 ton gabah dilengkapi dengan teknologi dan temperatur yang teratur.

"Sehingga gabah itu kami simpan dua tahun pun tidak ada perubahan apa-apa. Jadi, nanti kalau dibutuhkan ada langsung ada mesinnya kami giling kita produksi beras maka beras itu dalam kondisi fresh," ucapnya.

Buwas mengatakan, gudang yang digunakan sebagai lumbung pangan ini sedang pihaknya modernisasi. Tak hanya itu, Bulog juga membangun sarana prasarananya termasuk angkutannya.

"Kami sudah bangun semuanya dengan koordinasi dengan pihak-pihak lain termasuk dari kementerian terkait," tuturnya.