JAKARTA - Penyidikan kasus dugaan penganiayaan terhadap Muhammad Kece oleh Irjen Napoleon Bonaparte mulai memunculkan fakta baru. Beberapa di antaranya yakni dilibatkannya Panglima Laskar Pembela Islam (LPI) hingga perintah Napoleon kepada petugas rumah tahanan (rutan) Bareskrim.
Fakta pertama yang belum lama muncul yakni Irjen Napoleon Bonaparte melibatkan tiga tahanan untuk menganiaya Muhammad Kece. Di mana, satu di antaranya merupakan tahanan yang berkaitan dengan Front Pembela Islam (FPI).
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian mengatakan, fakta ini terungkap berdasarkan hasil sementara dari proses penyidikan. Di mana, penyidik sudah memeriksa beberapa saksi.
"Salah satunya adalah napi dalam kasus yang melibatkan ex (Bekas, red) organisasi FPI ya," kata Brigjen Andi.
Sementara untuk dua tahanan lainnya merupakan tersangka kasus pertanahan. Tapi, kata Andi, ketiga tahanan itu tidak terlibat dalam penganiayaan. Sebab, keberadaan mereka hanya untuk mempengaruhi psikologi dari Muhammad Kece.
"(Keterlibatan tiga tahanan) Ini hanya digunakan untuk memperkuat atau bisa saya katakan hanya untuk memperlemah psikologis korban," kata Andi.
"Pada saat NB melakukan pemukulan dan melakukan perbuatan melumuri dengan kotoran atau tinja, korban tidak melakukan apa-apa," sambungnya.
Meski tak mau merinci soal identitas tahanan yang berkaitan dengan FPI itu, Andi sempat menyebut jika tahanan itu berinisial M.
Sehingga, kuat dugaan sosok itu merupakan Maman Suryadi, Panglima dari Laskar Pembela Islam (LPI).
"Inisilal M (Maman Suryadi)," ucap Brigjen Andi Rian.
Maman Suryadi merupakan terpidana dalam kasus kerumunan di Petamburan. Dalam proses persidangan, dia divonis 8 bulan penjara bersama beberapa petinggi FPI lainnya, termasuk Rizieq Shihab.
BACA JUGA:
Perintah Napoleon
Fakta lainnya yang terungkap yaitu adanya perintah Irjen Napoleon Bonaparte kepada petugas jaga rutan Bareskrim.
Dia memanfaatkan pangkatnya sebagai jenderal bintang dua untuk meminta petugas berpangkat Bintara untuk mengganti gembok sel tahanan Muhammad Kece. Dengan cara ini, Napoleon bisa masuk dan menganiaya tersangka penistaan agama tersebut.
"Ya kita ketahui bersama yang jaga tahanan itu kan pangkatnya Bintara. Sementara pelaku ini pangkatnya perwira tinggi Polri. Dengan dia meminta supaya tidak usah menggunakan gembok standar pasti akan dituruti oleh petugas jaga," ucap Brigjen Andi Rian.
Dengan terungkapnya hal ini, kata Andi, pihaknya pun sedang menyidik kasus penganiayaan ini agar tuntas dan tak terjadi lagi ke depannya.
Tapi, tak bisa dipungkiri jika ada faktor status atau kepangkatan yang mempermudah Napoleon untuk menganiaya Muhammad Kece di dalam rutan.
"Ya equality before the law inilah, makanya saya sedang melakukan penyidikan terhadap yang bersangkutan. Nah, tetapi kalau terkait kondisi psikologis tidak bisa kita abaikan pada saat peristiwa itu terjadi, di mana seorang perwira tinggi meminta kepada Bintara supaya tidak usah gunakan gembok standar," papar Andi.
Karena itu, dalam penanganan kasus ini tak hanya penyidik pidana umum yang dilibatkan. Tapi juga mengerahkan Divisi Propam untuk mencari tahu ada tidaknya pelanggaran standar operasional prosedur (SOP).
"Tentu proses ini juga sedang didalami teman-teman Propam untuk lihat apakah terjadi pelanggaran-pelanggaran etika atau disiplin terkait dengan proses jaga tahanan," tandas Andi.