Bagikan:

JAKARTA - Pelaku peretas akun Twitter Denny Siregar telah ditangkap, Kamia, 9 Juli. Pelaku berinisial FPH (27) merupakan karyawan outsourcing di GraPARI Telkomsel Rungkut Surabaya. 

Kasubdit I Dittipidsiber Bareskrim Polri, Kombes Reinhard Hutagaol memaparkan, tersangka memanfaatkan statusnya sebagai costumer service di Telkomsel. Sehingga, pelaku bisa membuka data pribadi Denny Siregar.

"Jadi ada dua yang bisa diakses pertama adalah akses tentang pelanggan dan akses tentang device atau alat-alat handphone milik pelanggan," ucap Reinhard di Jakarta, Jumat, 10 Juli.

Reinhard mengatakan, untuk bisa mengakses data pelanggan, seorang customer service harus mendapatkan izin dari atasannya. Tapi, pelaku mengakses data Denny tanpa izin atasannya.

Setelah menemukan data Denny Siregar, tersangka langsung mengabadikannya dengan cara tangkap layar dari komputer tersebut. Data pelanggan ini tidak bisa digandakan.

Selanjutnya, tersangka mengirimkan data tersebut kepada akun @Opposite6891 melalui pesan pribadi atau direct message. Dengan cara itulah, data-data pribadi Denny Siregar tersebar di media sosial

"Kemudian foto tersebut dikirimkan melalui DM ke akun opposite6890," ungkap Reinhard.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, pelaku mengaku meretas akun ini karena dia sempat jadi korban perundungan di media sosial oleh pendukung dari Denny Siregar.

"Kemudian kami tambahkan motif-motif dari tersangka. Yang bersangkutan secara pribadi dengan akun operasi tersebut simpati. Kemudian yang kedua, motifnya itu yang bersangkutan tidak menyukai DS karena pernah di-bully akun media sosial pendukung DS," papar Reinhard.

Selanjutanya, kata Reinhard, polisi akan mulai menelusuri keberadaan dan sosok di balik akun @opposite6890. Sebab, pengguna akun itu juga telah melanggar undang-undang ITE terkait penyebaran data pribadi.

"Jadi untuk pemilik akun Twitter opposite6890 memang sedang kami lidik di mana keberadaannya," pungkas Reinhard.

Tersangka FPH dijerat Pasal 46 atau 48 UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, atau pasal 50 UU nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi dan atau Pasal 362 KUHP atau Pasal 95 UU nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan ancaman pidana paling lama 10 tahun penjara atau denda Rp10 miliar.