JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo, menilai Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka berpeluang besar untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2024.
Namun, bukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai incumbent yang menjadi rival kuat Gibran dalam merebut kursi DKI 1. Tapi, justru rekan separtainya di PDIP lah kompetitor Gibran paling sulit, yakni Menteri Sosial, Tri Rismaharini.
"Bisa juga PDIP akan mengusung Tri Rismaharini yang lebih layak karena lebih mudah dijual, elektabilitasnya juga cukup tinggi di DKI Jakarta. Itu belum dipilih jadi cagub tapi di survei namanya melejit, karena dia punya legacy memimpin Kota Surabaya selama 2 periode dan berhasil, sukses, membuat kemajuan," ujar Karyono kepada VOI, Selasa, 14 September.
Selain itu, menurutnya, pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat yang menyarankan Gibran lebih baik fokus penugasan di Solo menandakan partai banteng belum mau membawa putra sulung Presiden Jokowi itu ke DKI.
"Itu bagian dari sinyal, fokus dulu di Kota Solo, mengukir prestasi seperti ayahandanya, setelah punya prestasi dan legacy yang bagus baru lah naik kelas ke yang lebih tinggi," kata Karyono.
Meski demikian, Karyono menilai masih ada kemungkinan PDIP tak mengusung Risma. Apabila, Gibran yang dipilih partai untuk berkontestasi di Pilkada DKI.
"Tapi kemudian kalau Gibran maju, Risma kelihatannya juga tidak maju karena sama sama dari PDIP," katanya.
BACA JUGA:
Selain Risma sebagai lawan Gibran, Karyono menyebut ada beberapa nama potensial lain. Yakni, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria.
"Yang potensial ya Anies Baswedan, Risma itu yang menguat, kemudian muncul gibran. Selain itu Riza Patria punya potensi juga untuk maju di Pilgub DKI yang akan datang. Nama nama itu yang populer," jelasnya.
Sementara, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim yang sempat disebut cocok bersanding dengan Gibran, Karyono menilai belum berpotensi.
"Saya kira engga ya, belum, Nadiem kan sudah menteri. Mungkin itu bagian dari upaya pencitraan yang dilakukan, termasuk pertemuan Gibran dengan tokoh dikapitalisasi untuk menaikkan popularitas, tapi belum tentu mau maju," tandasnya.