Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengungkap PT Asuransi Jiwasraya (Persero) bakal ditutup, setelah dilakukan restrukturisasi dan pengalihan polis milik nasabah Jiwasraya ke perusahaan baru, Nusantara Life.

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, saat ini kementerian bersama dengan manajemen Jiwasraya sedang berupaya untuk membuat skema restrukturisasi polis. Proses ini diharapkan akan dimulai bulan Agustus mendatang.

"Pada akhirnya tutup. Tapi memang kami harapkan seluruh pemegang polis ini nanti mau untuk pindah. Karena yang Jiwasraya memang tidak ada pesertanya," katanya, di Jakarta, Selasa, 7 Juli.

Pria yang akrab disapa Tiko ini mengatakan, dalam melakukan upaya restrukturisasi, para pemegang polis akan diajak bernegosiasi secara langsung.

Lebih lanjut, menurut Tiko, salah satu yang akan ditawarkan dalam negosiasi adalah tingkat imbal hasil (return) dari tiap polis yang saat ini dinilai tinggi sekali di kisaran 10 persen hingga 14 persen menjadi 6 persen hingga 7 persen.

"Kami tadi juga usulkan opsi-opsi restrukturisasi baik untuk polis tradisional maupun polis saving plan. Seperti apa restrukturisasinya. Kalau nanti setuju, skema ini kami akan melakukan mulai bulan Agustus untuk mulai memanggil para pemegang polis untuk melakukan restrukturisasi ini," jelasnya.

Tiko mengatakan, proses restrukturisasi ini diperkirakan akan memakan waktu hingga Desember 2021. Selama proses tersebut, kementerian akan menyiapkan perusahaan baru. Nantinya Nusantara Life bakal berada dalam naungan holding asuransi PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) (Persero).

"Hasil restrukturisasi tadi tentunya akan tetap membutuhkan dukungan PMN karena memang tidak akan mungkin dengan kondisi negatif equity, mencapai Rp35 triliun. Jadi tentunya dengan negatif equity sebesar itu tidak mungkin kita membentuk new company tanpa ada PNM," jelasnya.

Utang Klaim Jiwasraya Membengkak

Tiko mengatakan, utang PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kepada para nasabahnya, per 31 Mei mencapai Rp18 triliun atau naik dari utang sebelumnya yang hanya Rp16 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp16,5 triliun di antaranya adalah klaim yang belum terbayar dari saving plan. Meskipun pada akhir Maret lalu sudah dibayarkan sekitar Rp470 miliar.

Adapun rincian utang klaim itu terdiri atas tunggakan pembayaran kepada 17.452 peserta pemegang polis JS Saving Plan, 22.735 peserta pemegang polis tradisional korporasi, dan 12.410 peserta pemegang polis tradisional. Adapun utang klaim kepada JS Saving Plan tercatat senilai Rp16,5 triliun.

Sementara sisanya, kata Tiko, Rp600 miliar merupakan klaim asuransi tradisional korporasi yang belum terbayar. Sedangkan untuk korporasi ritel ada sekitar Rp200 miliar dan Rp700 miliar sehingga jika ditotal mencapai Rp1,5 triliun.

"Posisi per 31 Mei, kondisi klaim yang terjadi dan belum terbayar itu dari saving plan itu ada sekitar Rp16,5 triliun. Total Rp1,5 triliun yang tradisional dan juga belum terbayar karena memang kondisi likuditas memburuk," katanya.

Menurutnya, Jiwasraya memang mendapatkan tekanan yang begitu besar. Tekanan pertama adalah dari adanya peningkatan liabilitas imbas bunga yang tinggi.

Lebih lanjut, Kartika mengatakan, total liabilitas Jiwasraya saat ini lebih besar dari aset yang dimiliki. Berdasarkan catatan Kementerian BUMN, aset perseroan pelat merah itu hanya Rp17 triliun. Sedangkan total ekuitas perusahaan saat ini minus Rp35,9 triliun.