Bagikan:

JAKARTA - Nilai taksiran sita aset terdakwa dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sudah mencapai Rp18,4 triliun. Angka tersebut, lebih besar dari penghitungan kerugian negara yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp16,81 triliun.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono mengatakan, aset yang disita selama penyidikan sengaja dilebihkan dari angka kerugian negara. Ali menjelaskan, ada sejumlah aset sitaan yang nilainya tak konstan. Sehingga upaya tersebut untuk mengantisipasi penurunan harga saham di pasar.

"Kelihatannya barang ini berlebih dari kerugian keuangan negara, memang sengaja penyidik melebihkan itu karena ada saham yang sifatnya fluktuatif," katanya, saat konferensi pers, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, 7 Juli.

Namun, sayangnya Ali tak menyebutkan beberapa jenis saham, dan reksa dana yang berhasil disita. Meski begitu, jenis aset sitaan tersebut punya nilai yang dapat berubah. Perubahan nilai dari aset jenis saham dan reksa dana tersebut, otomatis juga akan mengoreksi besaran angka taksiran seluruh sitaan.

Ali berujar, sejumlah fluktuasi aset sitaan yang mengalami penurunan nilai mencapai ratusan miliar. Hal ini karena harga saham hasil sitaan sempat mengalami penurunan harga secara drastis.

"Kemarin saja, ada kerugian sebesar Rp700 miliar terhadap saham-saham sitaan ini," ucapnya.

Nantinya, kata Ali, setelah aset-aset sitaan terbukti merupakan hasil kejahatan maka akan disita untuk dikembalikan pada negara guna mengganti kerugian.

"Institusi negara sebagai korban, dalam hal ini adalah BUMN atau Jiwasraya. Namun demikian, niat baik kawan-kawan penyidik ini ujungnya harus memenuhi hak dari nasabah," ucapnya.

Ali berujar, salah satu tersangka dari pihak korporasi yakni PT Sinar Mas Asset Management menyerahkan uang sebesar Rp74 miliar. Ini merupakan pengembalian uang pada tahap kedua yang sebelumnya telah diberikan pada tahap pertama sebesar Rp 3 miliar dari total Rp 77 miliar.

"Uang ini nanti bisa diperhitungkan sebagai pemenuhan kerugian keuangan negara manakala aset yang disita penyidik mengalami penurunan pada saat putusan pengadilan," jelasnya.

Aset-aset itu, kata Ali, didominasi kepemilikannya dari enam terdakwa Jiwasraya, yang saat ini sudah disidangkan. Mereka antara lain, Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, Joko Hartono Tirto, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan.

Kemudian, aset sitaan lainnya, juga berasal dari sejumlah pengembalian, dan pemblokiran rekening dari tersangka 13 manajer investasi. Tersangka lainnya dalam kasus ini, yakni Fakhri Hilmi petinggi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin meminta agar investor reksadana tidak khawatir usai 13 manajer investasi (MI) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menjerat perusahaan asuransi pelat merah itu.

Burhanuddin menuturkan, proses hukum yang berjalan selama penyidikan terhadap belasan korporasi MI itu hanya yang berkaitan dengan pengelolaan reksadana dan investasi dari Jiwasraya. Setiap portofolio reksa dana yang dikelola oleh korporasi itu secara garis besar terpisah antar satu produk dengan yang lain. Sehingga, tidak berarti apabila perusahaan tersebut terjerat kasus Jiwasraya ini mempengaruhi produk reksa dana lainnya.

Sebagai informasi, berikut adalah 13 korporasi manajer investasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka:

1. DMI (PT Danawibawa Manajemen Investasi atau Pan Arkadia Capital)

2. OMI (PT OSO Manajemen Investasi)

3. PPI (PT Pinacle Persada Investasi)

4. MD (PT Milenium Danatama)

5. PAM (PT Prospera Aset Manajemen)

6. MNCAM (PT MNC Aset Manajemen)

7. MAM (PT Maybank Aset Manajemen)

8. GC (PT GAP Capital)

9. JCAM (PT Jasa Capital Aset Manajemen)

10. PA (PT Pool Advista)

11. CC (PT Corfina Capital)

12. TII (PT Trizervan Investama Indonesia)

13. SAM (PT Sinarmas Aset Manajemen)