Bagikan:

JAKARTA - Berselancar di situs jual beli online menjadi aktivitas rutin masyarakat, apalagi di tengah situasi pandemi COVID-19 yang membuat kebanyakan aktivitas dilakukan dari rumah. Namun, ketidapastian ekonomi sedikit membuat orang tak terlalu kalap menggelontorkan uangnya.

Meski demikian, layanan kredit jangka pendek yang ditawarkan berbagai perusahaan fintech pembiayaan menjadi daya tarik bagi seseorang untuk tetap melakukan belanja online. Sebagai contoh, Afterpay di Amerika Serikat (AS), yang menawarkan cicilan barang senilai 260 dolar AS selama empat kali angsuran tanpa bunga.

Dikutip dari Reuters, Selasa 7 Juli, Afterpay adalah satu perusahaan kredit alternatif yang menawarkan pinjaman kecil, sebagian besar untuk pembeli online. Layanan ini menghasilkan uang bagi perusahaan dari membebankan komisi kepada merchant sebesar 4-6 persen.

Perusahaan-perusahaan yang menawarkan fitur pay later atau beli-sekarang-bayar-nanti ini telah mendapat manfaat dari peralihan ke belanja online selama krisis akibat COVID-19 di negara-negara termasuk AS. Subsidi negara untuk mendongrak ekonomi juga telah meningkatkan penjualan ritel.

Beberapa investor sekarang meyakini bahwa konsumen akan menghindari toko fisik karena kasus COVID-19 meningkat lagi di beberapa negara di seluruh dunia. Tetapi pembengkakan jumlah pelanggan di layanan pembiayaan mikro ini juga dapat meningkatkan kredit macet.

Ketika pengangguran meningkat dan bantuan pemerintah surut, model bisnis seperti ini akan menghadapi ujian nyata pertamanya dalam resesi.

"Banyak yang masih mengkhawatirkan virus gelombang kedua dan pemerintah tetap berusaha meningkatkan permintaan," kata Andrew Mitchell dari Ophir Asset Management.

Maraknya belanja online didorong oleh situasi lockdown yang tengah diberlakukan. Afterpay misalnya mendaftarkan lebih dari satu juta pelanggan aktif baru di AS antara Maret dan awal Mei yang menjadikan basis keseluruhan pelanggan aktif menjadi 9 juta.

Menguntungkan Peritel

Sementara itu peritel yang ingin barangnya laku juga menjadi lebih mudah menerima kemitraan dengan perusahaan-perusahaan seperti Afterpay. Klarna, perusahaan fintech terbesar di Eropa mengaku sejak Maret pertanyaan dari pengecer yang mungkin ingin bermitra dengannya melonjak 20 persen.

Dengan 7,9 juta pelanggan AS, Klarna asal Swedia itu telah bekerjasama dengan produsen perlengkapan outdoor The North Face, layanan streaming Disney dan pengecer kosmetik Sephora.

"Sebagian besar pertumbuhan berasal dari sektor dengan margin lebih tinggi seperti fesyen pakaian dan kebugaran," ujar Puneet Dikshit, mitra McKinsey di New York.