JAKARTA - Kasus COVID-19 di Tanah Air terus mengalami penambahan. Bahkan dalam waktu 24 jam kasus baru tercatat bertambah 14.536, pada Senin 22 Juni.
Di tengah penambahan kasus ini, muncul usulan agar pemerintah segera melakukan lockdown di wilayah DKI Jakarta. Ekonom bahkan meminta agar belanja yang bersifat tidak mendesak untuk dibatalkan, termasuk, anggaran perjalanan dinas work from Bali.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan di tengah situasi yang sulit ini, pemerintah harus bisa menghemat pengeluaran. Sebab, untuk menjalankan lockdown diperlukan realokasi anggaran.
Karena itu, Bhima mengatakan segala pengeluaran yang tidak bersifat mendesak harus ditunda. Fokus utama yang harus dijalankan pemerintah adalah belanja kesehatan dan perlindungan sosial.
"Pemerintah setop dulu semua belanja infrastruktur, perlu ada realokasi ekstrem selama masa lockdown. Belanja-belanja yang sifatnya tidak urgen seperti belanja perjalanan dinas work from Bali itu batalkan segera," katanya saat dihubungi VOI, Senin, 21 Juni.
Lebih lanjut Bhima mengatakan, dengan anggaran infrastruktur sebesar Rp413 triliun yang dihemat, bisa banyak men-support keadaan lockdown.
"Pemerintah harus mendengar saran dari ahli kesehatan. Sekali lockdown efektif maka ekonomi akan tumbuh solid, tidak semu seperti sekarang. Seakan tingkat kepercayaan konsumen naik, tapi setelah ledakan kasus COVID-19 berisiko turun lagi. Kita jangan sampai mengulang lagi di titik nol," ucapnya.
Bhima mengaku yakin pelaku usaha mau men-support lockdown dengan catatan ada kompensasi yang layak dari pemerintah dan efektif pengawasan di lapangan atau tidak ada diskriminatif.
"Kompensasi itu muncul apabila anggaran pemerintah bisa direalokasikan segera. Kan sudah ada modal UU Nomor 2 Tahun 2020 untuk geser anggaran secara cepat," ucapnya.
Senada, Ekonom Senior Faisal Basri juga menentang program work from Bali. Ia menilai program bekerja dari Bali atau work from Bali yang dicanangkan pemerintah akan meningkatkan mobilitas masyarakat di di tengah pandemi COVID-19, yang saat ini bahkan belum teratasi.
"Tolong juga jangan bekerja from Bali, Lombok, Danau Toba, nah konsepnya ini mobilitas kan. Jadi bekerja dari rumah. Kasihan orang Bali, orang pusat wisata karena di bawa virusnya oleh manusia," tuturnya dalam diskusi virtual, Minggu, 20 Juni.
BACA JUGA:
Rencana work from Bali dicetuskan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sejak Mei lalu. Tujuh lembaga di bawah kementerian yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan itu akan mengirimkan pegawai negeri sipil alias PNS-nya untuk bekerja dari Bali dengan dalih membantu perekonomian Pulau Dewata yang ambruk karena pandemi.
Sebelumnya Kemenparekraf sudah lebih dulu menginisiasi Work From Bali di awal tahun 2021. Saat ini kementerian di bawah pimpinan Sandiaga Uno terus berupaya mengajak berbagai sektor untuk menerapkan hal yang sama.
Faisal mengatakan, alih-alih mengajak masyarakat bekerja dari destinasi wisata, pemerintah harus mengambil langkah untuk menangani pandemi COVID-19 dengan pembatasan skala besar. Dalam hal ini lockdown.
Lebih lanjut, Faisal berujar pembatasan skala besar bisa dilakukan selama dua pekan agar gelombang penyebaran wabah yang meningkat akibat munculnya varian baru virus penyebab COVID-19 dapat ditekan.
"Jadi ayo kita pahit-pahit 2 minggu, pemerintah cari uangnya sesuai dengan UU. Ini sesuai UU, UU dibuat oleh para ahlinya karena ada naskah akademis, dan sebagainya ini yang kita langgar dengan membuat, menciptakan berbagai istilah baru yang rakyat juga makin tidak tahu dan peduli. Sekarang PSBB mikro, RT, RW segala macam," tuturnya.