MATARAM - Mantan Sekretaris Desa Sesait, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Dedi Supriadi, yang menjadi terdakwa korupsi disebut menggelapkan dana desa dan anggaran dana desa tahun anggaran 2019 senilai Rp1,01 miliar.
Hal ini dituangkan Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan Dedi Supriadi yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Mataram. Jaksa Wayan Suryawan menyebut, penggelapan dana desa itu dilakukan dengan modus monopoli pengerjaan proyek fisik desa dan pengelolaan modal BUMDes Sesait.
"Dalam laporan pertanggungjawabannya, terdakwa tidak dapat menunjukkan realisasi penggunaan anggarannya, melainkan dipergunakan untuk kepentingan pribadi," kata Wayan saat membacakan surat dakwaan dilansir Antara, Kamis, 2 September.
Sumber anggaran Desa Sesait pada tahun 2019 ini berasal dari dana desa sebesar Rp2,45 miliar; ADD Rp1,43 miliar; Bagi Hasil Pajak dan Retribusi (BHPR) Rp235,15 juta; dan sisa lebih penghasilan tetap Rp668,45 juta. Anggaran itu yang kemudian digunakan untuk biaya belanja proyek fisik dan pengadaan barang desa.
Namun demikian, terdakwa Dedi dalam perannya sebagai Sekdes Sesait tidak menjalankan aturan dalam pengelolaan dana desa.
"Sejumlah kegiatan seharusnya dilaksanakan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) tetapi diambil alih oleh terdakwa," ujarnya.
Proyek fisik yang dimonopoli terdakwa, antara lain, pembangunan jalan antardusun senilai Rp178,58 juta. Proyek jalan penghubung tiga dusun ini gagal terlaksana karena pembangunannya mangkrak.
Ada juga temuan kekurangan pekerjaan proyek pada pembangunan Bale Pusaka dengan anggaran Rp250 juta; proyek pembangunan Talud Ara senilai Rp320,19 juta; dan pengadan 1.760 batang bibit durian Rp260,48 juta.
Selain itu, terdakwa dalam jabatannya meminjam dana penyertaan modal BUMDes Sesait sebesar Rp200 juta dengan modus untuk menambah biaya kegiatan fisik.
"Namun demikian, terdakwa menggunakan kepentingan pribadi," ucap dia.
Kemudian pada proyek pembangunan tribun pentas seni tradisional peresean yang menelan anggaran Rp631,28 juta. Pada awalnya, anggaran tersebut disiapkan untuk pembangunan pasar desa.
"Ternyata pelaksanaan pembangunannya terdapat kekurangan volume hingga menimbulkan kerugian Rp502,82 juta," kata Wayan.
BACA JUGA:
Munculnya angka kerugian dalam perkara ini telah dikuatkan penuntut umum berdasarkan hasil audit Inspektorat Lombok Utara.
"Karena perbuatan terdakwa, hasil audit inspektorat menemukan potensi kerugian negara yang nilainya sebesae Rp1,01 miliar," ujarnya.
Usai mendengar dakwaannya dibacakan, terdakwa melalui penasihat hukumnya meminta kesempatan ke hadapan majelis hakim untuk menyampaikan nota keberatan (eksepsi) pada pekan depan.
"Dengan ini menyatakan sidang ditunda dan akan kembali dilanjutkan pada Senin, 6 September pekan depan dengan agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa melalui penasihat hukumnya," kata Ketua Majelis Hakim Kadek Dedy Arcana menutup sidang perdananya.