JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Nabil Haroen mengatakan pasokan vaksin di beberapa daerah yang tidak merata disebabkan oleh pendistribusian yang sering kali terhenti di dinas kesehatan (dinkes) provinsi.
“Distribusi yang tidak lancar itu memang betul ada, antara lain di dinkes provinsi. Jadi ketika vaksin datang ke provinsi, parkir dulu di situ. Nanti ke dinas kabupaten/kota ini butuh proses lagi,” kata Nabil dalam webinar terkait akses vaksin “Peluncuran Makalah Kebijakan Terbaru: Bekerja Sama Melawan Pandemi” secara daring di Jakarta, dilansir Antara, Kamis, 2 September.
Ia mengatakan banyak tenaga kesehatan (nakes) di dinkes kabupaten/kota mengeluhkan suplai vaksin yang tidak bisa langsung segera diterima oleh pihak mereka, karena pendistribusian memakan waktu yang cukup lama yakni sekitar tiga hari sampai satu minggu.
“Ini kami juga mendengar sebenarnya permohonan dari teman-teman dinkes kabupaten/kota, bagaimana suplai vaksin bisa langsung ke mereka. Jadi tidak melalui provinsinya, ini yang perlu kita pikirkan bersama-sama,” ucap dia.
BACA JUGA:
Ia mengungkapkan dinkes di beberapa daerah seperti Dinkes Surakarta dan Boyolali mengalami kesulitan karena tanggal penerimaan vaksin berbeda dengan tanggal yang tertera di dalam surat tugas.
“Jangan sampai lama. Saya sudah menemukan contohnya di Dinkes Surakarta dan Boyolali itu mereka kesulitan. Padahal suratnya ada, penerimaannya tanggal sekian tapi sampai sekarang belum diterima. Meskipun vaksinasi rutinnya tetap dijalankan ya,” kata Nabil.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta mengatakan pencapaian kekebalan komunitas (herd immunity) tidak bisa terjadi apabila kecepatan pendistribusian dan pemberian vaksin di setiap daerah berbeda terlalu jauh.
“Hasil riset terakhir ini setelah tiga bulan memang ada penurunan. Jadi banyak yang menyatakan bahwa seluruh populasi dunia ini mau mencapai herd immunity, seharusnya pencapaian ambang batas itu bersama-sama. Tidak bisa kecepatannya terlalu berbeda jauh,” kata Andree.
Ia mengatakan, hal tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih mengingat anti bodi yang berasal dari vaksin dapat memudar setelah enam sampai sembilan bulan dan tidak akan bertahan selamanya.
Andree menjelaskan kekebalan populasi akan sulit dicapai, apabila proses vaksinasi hanya diberikan sekali jalan. Sehingga perlu ada suatu perubahan dalam paradigma pemerintah agar dapat menciptakan strategi pertahanan untuk mengatasi masalah pendistribusian vaksin.
“Kita harus melihat justru bukan hanya soal cepatnya, tetapi kita harus bertahan. Bagai ember bocor, kalau kita isi dengan vaksinasi terus menerus, kita bisa isi secepat mungkin. Tapi kalau kita tidak isi secara terus menerus, maka kekebalan akan turun dan hilang,” tegas dia.