Pemerintah Waspadai Karhutla pada Puncak Musim Kemarau di Masa Pandemi COVID-19

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta kementerian/lembaga lain, dan pemerintah daerah mengadakan rapat membahas kewaspadaan ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Menko Polhukam Mahfud MD menyebut, rapat koordinasi ini adalah tindak lanjut dari rapat kabinet pada 23 Juni. Mahfud bilang, di pertengahan tahun, potensi karhutla diperkirakan akan meningkat. Sebab, saat ini musim kemarau mulai mencapai puncaknya. 

"Memasuki musim kemarau, yang diperkirakan akan berpuncak nanti pada Juli sampai Oktober, kita harus mengantisipasi. Kami harus melakukan langkah-langkah koordinatif untuk antisipasi kebakaran hutan dan lahan," kata Mahfud di Kementerian LHK, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Juli.

Tantangan selanjutnya adalah Indonesia masih terdampak pandemi COVID-19. Pemerintah pun sedang fokus menangani kasus penularan COVID-19 dan membenahi kondisi perekonomian. 

"Bencana karhutla tidak boleh dilupakan atau diabaikan karena kita sekarang ini fokus pada COVID-19. Kami tadi sepakat bahwa keduanya harus dihadapi secara serius. Tidak boleh sampai melupakan ancaman kebakaran hutan karena kita fokus pada COVID-19," tutur Mahfud. 

Strategi antisipasi

Melanjutkan, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menyebut tahap awal yang dilakukan adalah pemetaan tanggal yang dimungkinkan akan terjadi pergerakan karhutla oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Selanjutnya, untuk penanganan di lapangan akan ditangani oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Kita harus bisa melakukan analisis iklim atau cuaca. Setiap kondisi curah hujan, musim kemarau, sensitifitas terhadap kebakaran itu ada parameter, kualitas udara, keseimbangan air, ada teknologinya. Itu harus ikuti," ucap Siti.

Selain itu, ada persiapan terkait modifikasi cuaca. Hal ini akan dilakukan jika kondisi neraca air di suatu daerah minim akibat musim kemarau. Modifikasi cuaca ini biasanya akan menyirami lahan gambut sehingga menjadi basah dan tak mudah terbakar.

"Ada kaitannya antara gambut basah dengan neraca air di gambut. Ada metode cara menghitungnya. Maka, modifikasi cuaca perlu dilakukan. Dan itu ada titiknya, yakni Sumatera, Riau, Sumsel, Jambi. Habis ini, kita melangkah ke Kalteng, Kalbar, Kaltim dan Kalsel," imbuh Siti.