Bagikan:

JAKARTA - Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Giri Suprapdiono mengaku optimis Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal bijak mengambil keputusan terkait polemik Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Hal ini disampaikannya untuk menanggapi telah diserahkannya rekomendasi Komnas HAM pada pekan lalu yang dikirimkan melalui surat.

"Kami optimis Presiden akan memutuskan secara bijak terkait polemik TWK ini," kata Giri saat dihubungi VOI, Kamis, 2 September.

Optimisme ini, sambung dia, muncul karena hasil putusan Ombudsman RI, Komnas HAM, dan Mahkamah Konstitusi (MK) jelas dan terang menyatakan para pegawai KPK seharusnya di alih statuskan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) bukan diseleksi ulang.

Selain itu, Giri juga menyebut lembaga tersebut juga menyatakan proses seleksi telah terjadi maladministrasi, melanggar 11 hak para pegawai KPK, dan melanggar hak konstitusi khususnya bagi 75 pegawai karena merugikan mereka.

Lagipula, jika merujuk mencermati original intent atau maksud kebatinan dari UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, pegawai KPK harusnya dialih statuskan secara administratifdan bisa dilakukan orientasi ASN jika diperlukan.

"Praktik penyingkiran pegawai berprestasi dan berintegritas melalui kedok seleksi TWK tidak dapat dibenarkan dan harus dihentikan. Rekomendasi lembaga negara tersebut wajib dilaksanakan KPK, sebagai bentuk marwah ketaatan hukum," tegas Giri.

Lebih lanjut, Giri menyebut sudah waktunya bagi Presiden untuk menghentikan segala polemik yang disebabkan oleh tes ini. "Beliau sebagai kepala pemerintahan mempunyai wewenang mengangkat PNS, bahkan mencabut kewenangan pejabat pembina kepegawaian (PPK) kalau ada dua kondisi tercukupi yaitu merit system dan tidak efektifnya pemerintahan," ujarnya.

Apalagi, kondisi ini diperkuat secara hukum melalui Putusan MK yang final dan mengikat sehingga tak perlu menunggu putusan lainnya. "Kunci akhir dari pemecahan polemik ini, saat ini adalah Presiden RI," ungkap Giri.

"Kita harus segera fokus kembali memberantas korupsi dan mengatasi pandemi," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan pihaknya telah menyerahkan rekomendasi terkait pelaksanaan TWK KPK yang di dalamnya terdapat pelanggaran hak asasi.

Surat tersebut dikirim langsung ke Presiden Jokowi dengan tembusan kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg).

Ada pun dalam surat yang berisi rekomendasi terkait pelaksanaan TWK pegawai KPK tersebut, Komnas HAM telah menyampaikan ringkasan eksekutifnya. "Juga (kami, red) minta waktu presiden supaya bisa menjelaskan secara lengkap temuan dan rekomendasi yang ada," kata Beka saat dihubungi VOI, Rabu, 1 September.

Sebagai informasi, Komnas HAM menyatakan ada 11 pelanggaran hak yang dialami pegawai KPK dalam pelaksanaan TWK yaitu hak atas keadilan dan kepastian hukum; hak perempuan; hak untuk tidak diskriminasi; hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan; hak atas pekerjaan; dan hak atas rasa aman.

Berikutnya hak yang dilanggar adalah hak atas informasi; hak atas privasi; hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat; hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan; dan hak atas kebebasan berpendapat.

Akibat pelanggaran ini, Komnas HAM mengeluarkan lima rekomendasi yang diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku pemegang kekuasaan tertinggi dan pejabat pembina kepegawaian tertinggi.

Isi rekomendasi tersebut di antaranya mengangkat pegawai yang tak lolos TWK sebagai ASN dan memulihkan nama baik pegawai yang terstigma akibat kejadian ini.