Jakarta - Pencak silat ditetapkan sebagai warisan tak benda dunia dalam sidang Ke-14 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage, yang berlangsung di Bogota, Kolombia, 9-14 Desember 2019.
Komite Warisan Budaya Tak Benda UNESCO memandang pelestarian tradisi pencak silat telah menunjukkan aspek yang mendorong penghormatan dan persaudaraan, serta mendorong kohesi sosial, tidak hanya di satu wilayah, tetapi juga secara nasional bahkan di dunia internasional.
Penetapan tradisi pencak silat dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda UNESCO merupakan bentuk pengakuan dunia internasional terhadap arti penting tradisi seni bela diri yang dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia yang diturunkan dari generasi ke generasi dan masih berkembang sampai hari ini. Pencak silat terdiri dari tradisi lisan; seni pertunjukan, ritual dan festival; kerajinan tradisional; pengetahuan dan praktik sosial serta kearifan lokal.
“Indonesia memiliki komitmen kuat untuk senantiasa menjaga kelestarian pencak silat, antara lain melalui pendidikan pencak silat yang tidak hanya berfokus pada aspek olah raga dan seni bela diri, namun juga sebagai bagian dari seni dan budaya”, ujar Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang Kemlu Kama Pradipta. Demikian keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri, Jumat, 13 Desember.
Pencak silat menambah total 10 warisan budaya tak benda yang dimiliki Indonesia. Sebelumnya sudah ada Wayang, Batik, Pelatihan Batik, Angklung, Tari Saman, Noken, Tiga Genre Tradisi Tari Bali, dan Kapal Pinisi.
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) merasa bersyukur dengan ditetapkannya pencak silat sebagai warisan tak benda. Pengakuan tersebut tentu tidak terlepas dari kerja keras berbagai pihak, termasuk Kemenpora, yang sejak 2014 melakukan survei ke Leiden University di Den Den Haag dan promosi melalui program Pencak Silat, Road to UNESCO ke beberapa negara di Eropa.
Salah satu temuan dalam survei yang langsung dipimpin oleh lima deputi Kemenpora tersebut adalah bukti fisik historis pencak silat telah ditemukan dalam dokumen kuno. Di situ tertulis, artefak pencak silat ada di Candi Borobudur. Promosi tersebut berlanjut hingga 2018 dan 2019 sampai akhirnya diakui UNESCO.
"Semoga pengakuan tersebut tidak hanya menambah kepercayaan dunia pada eksistensi pencak silat sebagai heritage Indonesia (karena pada 2014 masih juga diperjuangkan oleh Malaysia), tetapi makin menambah keyakinan Indonesia untuk dapat diakui oleh IOC untuk nantinya dalam General Assembly IOC dapat diakui sebagai salah satu cabor Olimpiade," ujar Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewo Broto dalam keterangan tertulis yang diterima VOI.
Goresan Tinta Emas Pencak Silat
Nama pencak silat mengangkasa di langit Asia ketika para atlet Indonesia menyapu bersih medali emas cabang olahraga ini di ajang Asian Games 2018. Dari 14 atlet yang berlaga di final, semuanya menjadi yang terbaik.
Yang tidak kalah membuat harum, tentu saja aksi pelukan Presiden Jokowi dan Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Prabowo Subianto setelah pesilat Indonesia Hanifan Yudani Kusumah menyabet medali emas di nomor tarung kelas C (55-60 kilogram).
Tidak banyak yang menyangka, Hanifan menghampiri dua calon presiden Indonesia tersebut dan memeluknya dengan erat dalam selubung bendera merah putih. Ya, suhu politik Indonesia saat itu lagi panas-panasnya mengingat Jokowi dan Prabowo sedang bertarung dalam pemilihan presiden 2020.
Lewat pelukannya, Hanifan ingin memberi tahu masyarakat Indonesia bahwa tidak ada masalah apapun di antara Jokowi dan Prabowo. Sebagai insan silat Indonesia, Hanifan ingin memberi tahu silat memiliki pengertian yang mendalam dan menjadi akronim dari silaturahmi.
"Biar masyarakat Indonesia tahu kalau Jokowi dan Prabowo tidak ada apa-apa. Hanya itu. Hanya segelintir orang-orang saja yang sirik dengan mereka karena kesuksesan mereka," ucap Hanifan usai pertandingan.
Hanifan mengaku seperti punya tenaga tambahan saat melihat Jokowi dan Prabowo duduk bersamaan di kursi penonton. Saat itu dia sedang tertinggal dari lawannya. Menurut Hanifan, selebrasinya saat itu adalah tindakan spontan dan hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada Jokowi dan Prabowo.
"Saya hanya ingin Indonesia damai dan sejuk," kata Hanifan.
Berkat pencak silat, nama Indonesia makin harum.
Pencak Silat Invasi Hollywood
Di ranah hiburan, pencak silat juga menjadi salah satu penggores tinta emas sejarah. Sekitar satu dekade lalu, olahraga asli Indonesia ini menjadi awal ketertarikan Gareth Evans, sutradara asal Wales yang menikahi perempuan keturunan Indonesia-Jepang, untuk membuat sejumlah film bergenre bela diri berlatar belakang pencak silat.
Dengan bantuan istrinya, Evans - yang menggandrungi bela diri sejak kecil - mulai berkarier di Jakarta dengan menggarap film dokumenter tentang pencak silat. Saat itu, Evans bertemu dengan Iko Uwais, ahli silat yang sedang bekerja sebagai sopir antar di perusahaan telepon. Ia lantas mendaulat Iko sebagai bintang utama dalam film Merantau dan juga mengajak Yayan Ruhian sebagai tokoh antagonis dalam film panjang Indonesia pertama yang ia garap ini.
Apresiasinya yang tinggi terhadap pencak silat terbukti ketika ia menggarap The Raid dan sekuelnya, The Raid 2: Berandal. Iko dan Yayan kembali direkrut Evans, yang kali ini dilengkapi ahli bela diri lainnya, Cecep Arif Rahman. Ya, berkat pencak silat tiga film laga berkelas tercipta hingga menembus dinding dunia.
Tak sampai di situ. Pencak silat bahkan menerbangkan Iko Uwais ke Hollywood saat ia ambil bagian dalam film Man Of Tai Chi, Star Wars: The Force Awaken, dan Beyond Skyline. Yang paling membanggakan, suami dari musisi Audy Item ini main bareng Mark Wahlberg dalam film Mile 22.
Bukan cuma Iko. Melalui pencak silat, Yayan dan Cecep juga menembus Hollywood. Bersama Iko, keduanya tampil satu scene bareng Harisson Ford dalam Star Wars: The Force Awaken. Yang lebih membanggakan, keduanya beradu akting bersama Keanu Reeves dalam John Wick: Chapter 3.
Sekali lagi, berkat pencak silat nama Indonesia makin menggema.