Khofifah Larang Petani di Jatim Ekspor Komoditas Benih Porang, Kini Mulai Langka
ILUSTRASI/DOK VIA ANTARA

Bagikan:

SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa melarang petani melakukan ekspor porang. Larangan ini tertuang dalam Pergub Nomor 30 tahun 2021 tentang pengawasan peredaran benih porang di Jatim. 

"Dalam Pergub tersebut disebutkan benih porang atau katak porang dilarang diekspor. Boleh diekspor ketika sudah panen, dan diolah dalam bentuk chips (keripik) atau tepung," kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, Hadi Sulistyo, Rabu, 25 Agustus.

Hadi mengatakan, Pergub yang diterbitkan Gubernur Jatim itu bertujuan untuk mengatasi adanya kelangkaan benih porang. Menurut Hadi, porang menjadi salah satu tanaman primadona di Jatim, namun saat ini banyak petani mengalami kendala untuk menanam porang, karena terjadi kelangkaan komoditas ini. 

"Ada sejumlah permasalahan yang dialami petani porang, karena keterbatasan benih. Sehingga ini berpengaruh terhadap harga benih porang yang beragam," ujarnya. 

Saat ini, masih terdapat 17 kabupaten/kota di Jatim yang jadi produsen porang. Memproduksi porang memang sedang menjadi primadona. Alasannya, potensi pasar internasional yang besar. 

Hal ini dibuktikan dengan nilai ekspor porang yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2018 volume ekspor porang dari Jatim mencapai 5,51 ton dengan nilai sekitar Rp270,3 miliar. Sedangkan pada tahun 2019 meningkat 9 persen, menjadi 6 ton dengan nilai sekitar Rp297 miliar.

"Lalu pada tahun 2020 meningkat hingga 70 persen di volume 10 ton dengan nilai Rp499,08 miliar," ujarnya.  

Negara tujuan ekspor porang Jatim antara lain Tiongkok, Vietnam, Jepang, Thailand, Singapura, Korea Selatan dan Taiwan. Terkait harganya, Hadi menyebut kalau umbi porang sekarang ini dipatok di kisaran Rp7 ribu per kilogram (kg). 

"Jika satu hektare menghasilkan 15 ton dengan umur panen 2-3 tahun, maka kurang lebih bisa menghasilkan Rp105 juta per hektare," katanya.