KPPU Putuskan 7 Maskapai Bersalah Soal Kartel Tiket, Ini Tanggapan Bos Garuda Indonesia
Pesawat Garuda Indonesia. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan ada tujuh maskapai yang terbukti melakukan kartelisasi atas harga tiket angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi dalam negeri. Tujuh maskapai tersebut, antara lain PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi.

Menanggapi putusan KPPU, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, Garuda Indonesia Group (Garuda dan Citilink) sepenuhnya menghormati proses hukum yang telah berjalan sampai dengan saat ini.

"Kami tentunya menyadari iklim usaha yang sehat menjadi pondasi penting bagi ekosistem industri penerbangan agar dapat terus berdaya saing," tuturnya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Kamis, 25 Juni.

Saat ini, kata Irfan, Garuda Indonesia Group memastikan untuk memperkuat komitmennya dalam menjalankan tata kelola bisnis perusahaan di tengah tantangan industri penerbangan yang semakin dinamis, dengan tetap mengedepankan prinsip kepatuhan terhadap kebijakan yang berlaku.

"Garuda Indonesia Group juga akan memfokuskan pencapaian kinerja usaha yang optimal sejalan dengan upaya penerapan prinsip dan ketentuan persaingan usaha yang sehat," ucapnya.

Sekadar informasi, dalam sidang terbuka yang dilaksanakan Selasa, 23 Juni, majelis hakim KPPU membacakan Putusan atas Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999.

Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang dilanggar tujuh maskapai tersebut berbunyi: "(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama." 

Putusan KPPU tersebut merupakan tindak lanjut dari penelitian dan pemeriksaan KPPU terhadap sejumlah maskapai penerbangan nasional, termasuk Garuda Indonesia Group pada pertengahan tahun 2019 lalu.

Berdasarkan persidangan, Majelis Komisi menilai bahwa telah terdapat concerted action atau parallelism para tujuh maskapai, sehingga telah terjadi kesepakatan antar para pelaku usaha (meeting of minds) dalam bentuk kesepakatan untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar.

Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di wilayah Indonesia.

Majelis Komisi kemudian memutuskan para terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 5, namun tidak tidak terbukti melanggar Pasal 11 sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Sementara itu, sanksi yang dijatuhi berupa perintah kepada para terlapor untuk memberitahukan secara tertulis kepada KPPU setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen, dan masyarakat, sebelum kebijakan tersebut diambil.