Soal Vaksin Sinovac dan Sinopharm Jemaah Umrah, Pihak Suadi Arabia Lakukan Kajian
Perwakilan KJRI saat menggelar pertemuan dengan Deputi Urusan Umrah Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi, Rabu 11 Agustus. (HO-Kemenag)

Bagikan:

JAKARTA - Konsul Haji Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah Endang Jumali menyatakan Arab Saudi saat ini masih melakukan kajian terkait penggunaan vaksin Sinovac dan Sinopharm untuk jemaah umrah. Soalnya dua merek vaksin ini sebelumnya memang belum direkomendasikan oleh Saudi Arabia. 

"Untuk vaksin Sinovac dan Sinopharm yang digunakan sejumlah negara, Kementerian Kesehatan Arab Saudi masih melakukan kajian. Dalam waktu dekat, akan dirilis hasilnya secara resmi," ujar Endang dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis 12 Agustus.

Menurut Endang, informasi ini didapat setelah perwakilan KJRI menggelar pertemuan dengan Deputi Urusan Umrah Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi Abdulaziz Wazzan di Kantor Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, Jeddah, pada Rabu 11 Agustus.

Dua vaksin asal China itu sebelumnya masih belum direkomendasikan Arab Saudi bagi jemaah yang akan masuk ke Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah umrah. Saudi hanya mengakui AstraZeneca, Pfizer, Moderna, Johnson & Johnson.

Vaksinasi. (Dok Antara)
Vaksinasi. (Dok Antara)

"Kementerian Haji dan Umrah terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan Arab Saudi untuk memastikan apakah calon jemaah umrah dari negara lain, termasuk Indonesia, yang sudah memperoleh dua dosis kedua vaksin tersebut masih perlu diberikan satu dosis lagi (booster) dari empat vaksin yang digunakan Saudi, atau bagaimana," kata dia.

Sementara Sinovac dan Sinopharm sendiri saat ini sudah diakui WHO. Kemenag terus berkoordinasi dengan Kemenkes RI dan Kemenlu RI untuk membahas bersama masalah penggunaan vaksin ini.

Deputi Umrah, kata Endang, menegaskan bahwa Pemerintah Arab Saudi lebih memprioritaskan keselamatan dan kesehatan jemaah dalam pengaturan penyelenggaraan ibadah umrah di masa pandemi. Keselamatan dan kesehatan menjadi hal utama, bukan kepentingan ekonomi dan bisnis semata.

"Pelaksanaan ibadah umrah dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat, misalnya transportasi dalam kota hanya diisi 50 persen dari total kapasitas normal, dan akomodasi hotel dibatasi dua orang per kamar," kata dia.

Ilustrasi suasana Masjidil Haram, Makkah saat pandemi COVID-19. (Twitter/@Haramain Sharifain)
Ilustrasi suasana Masjidil Haram, Makkah saat pandemi COVID-19. (Twitter/@Haramain Sharifain)

Arab Saudi juga masih menangguhkan perjalanan langsung bagi sejumlah negara yang penyebaran virus penyebab COVID-19-nya masih tinggi, di antaranya India, Indonesia, Pakistan, Turki, Mesir, Argentina, Brasil, Afrika Selatan, dan Lebanon.

Kendati demikian, Arab Saudi membuka pintu umrah bagi jemaah dari negara yang ditangguhkan itu. Hanya saja, mereka mesti menjalani karantina selama 14 hari di negara ketiga sebelum tiba di Tanah Suci. "Untuk alasan keselamatan juga, kebijakan penangguhan masih diberlakukan, khususnya bagi negara yang penyebaran virus COVID-19 nya dinilai masih tinggi," kata dia.