DPR Hanya Sahkan 4 UU Selama 2 Tahun, Formappi: DPR Periode Terburuk
ILUSTRASI/Mery H-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus, menyebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 sebagai DPR terburuk sepanjang era reformasi.

Pasalnya, selama 2 tahun kinerja berjalan DPR periode saat ini hanya menghasilkan 4 produk Undang-Undang. Padahal, usai sidang tahunan pada 16 Agustus mendatang dewan rakyat terhormat itu bakal kembali memulai masa sidang baru di tahun ketiga.

"Di masa sidang ke V berarti masa sidang terakhir tahun 2020-2021, artinya sudah 2 tahun masa sidang dilewati oleh DPR 2019-2024 dalam perjalanan masa bakti mereka. Dan tentu sebagaimana yang kami sampaikan pada setiap evaluasi sejauh ini saya kira kinerja DPR 2019-2024 sampai 2 tahun ini bisa jadi kinerja DPR terburuk," ujar Lucius dalam rilis Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang V Tahun Sidang 2020-2021 bertajuk #DPRKemana? secara virtual, Kamis, 12 Agustus.

Bahkan, kata Lucius, DPR periode saat ini lebih buruk dari periode sebelumnya yakni DPR 2014-2019.

"Kalau kemarin kinerja DPR 2014-2019 adalah terburuk di era reformasi. Tapi nampaknya ada yang lebih buruk daripada itu dalam hal kinerja dan itu adalah DPR yang sekarang ini," kata Lucius.

"Bayangkan sampai 2 tahun berakhirnya masa sidang DPR, baru 4 UU prioritas yang berhasil disahkan," sambungnya.

Kondisi itu lanjutnya, sangat memperihatinkan. Sebab, kata Lucius, dari 100-an RUU prioritas untuk 5 tahun baru 4 di antaranya yang berhasil disahkan oleh DPR 2019-2024 ini dalam kerja 2 tahun.

"Ini sangat jauh lebih sedikit dari DPR 2014-2019 yang di 2 tahun pertamanya sudah bisa menghasilkan belasan UU," tegas Lucius.

Formappi menjelaskan, pada tahun pertama DPR 2014-2019 menghasilkan 6 UU, sedangkan di tahun kedua ada 10 RUU. "Jadi 16 RUU prioritas DPR 2014-2019 di dua tahun pertama kerja mereka," katanya.

"Sementara sekarang baru 4. Jadi ini saja sudah menunjukkan potrait atau potensi DPR 2019-2024 ini menjadi DPR dengan kinerja terburuk untuk DPR era reformasi," sebut Lucius.

Jauh lebih memperihatinkan lagi, sambungnya, yakni situasi terkait pelaksanaan fungsi DPR lainnya. Misalnya, pengawasan dan anggaran semestinya bersinar terang di tengah situasi sulit masa pandemi yang sedang berlangsung. 

"Tapi faktanya, alih-alih menunjukkan kinerja yang memadai dari pelaksanaan fungsi, justru dari hari kehari kita hanya disibukkan dengan berbagai kontroversi dari kejanggalan kebijakan dan keanehan perilaku DPR," terang Lucius.

Belum lagi, kata dia, beberapa kebijakan terkait dengan permintaan fasilitas khusus, fasilitas istimewa, ada juga yang melaksanakan pernikahan di masa pandemi di restoran.

"Ini hal-hal yang membuat kita semua merasa bahwa sebagai wakil rakyat, DPR ini justru gagal untuk hadir merakyat di tengah situasi di mana rakyat paling membutuhkan mereka," jelasnya.

Karena itu, Formappi menilai penting untuk terus melakukan pengawasan atau kontrol terhadap kebijakan DPR ini. Dimana, para wakil rakyat itu masih punya masa bakti sekitar 3 tahun lagi.

"Kita tidak ingin tahun-tahun itu akan diakhiri dengan cerita tentang produktifitas buruk yang terus berlanjut. Kita berharap akan muncul semangat dari DPR, kemudian menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi rakyat dan bangsa ditengah pandemi," ujar Lucius.