Bagikan:

JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut, memberantas pengedar narkotika lebih berat ketimbang penggunanya. Sehingga, BNN lebih memilih untuk mengurusi pengguna narkotika daripada mengurus para pengedarnya dengan cara pemidanaan maupun rehabilitasi.

"Kalau kami memberantas pengedarnya itu akan lebih panjang, berat pekerjaannya tapi kalau kami memberantas pengunanya dengan rehab dan pemidanaan sesuai," kata  Direktur Hukum Deputi Bidang Hukum dan Kerja BNN Susanto dalam diskusi Tentang Pemenjaraan Pengguna Ganja Medis yang ditayangkan di akun YouTube VOI, Kamis, 18 Juni.

Rehabilitasi dan pemidanaan yang sesuai, kata dia, diasumsikan bisa membuat para pengguna narkotika menjadi jera. Kalau sudah jera, maka bisa dipastikan lagi tak ada masyarakat Indonesia yang mau menggunakan narkotika.

"Apabila di Indonesia tidak ada pemakai, maka berapa pun peredarannya di Indonesia tidak akan bangkrut," tegasnya sambil menambahkan BNN lebih memilih melakukan rehabilitasi daripada memenjarakan para pengguna.

Sementara anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan menilai, memenjarakan para pengguna narkoba bukanlah solusi. Hal ini justru memicu permasalah lain, seperti kelebihan kapasitas lembaga permasyarakatan (lapas). Dia bahkan mengatakan, kasus narkoba menjadi salah satu penyumbang napi terbanyak.

"Maka saya katakan dengan tegas bahwa pemenjaraan pengguna apalagi korban, bukan jawaban dari penyelesai kasus," kata Hinca.

Dia bahkan mengatakan, kelebihan kapasitas di lapas merupakan tanggung jawab polisi, hakim, dan jaksa. Sebab, setiap proses hukum yang menjerat pengguna narkoba terjadi karena penegak hukum lebih memilih mengirimkan mereka ke penjara.

Padahal, berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 harus dibedakan antara korban dan pengedar. "Kalau dia menggunakan ini untuk kepentingan dirinya dan kaya menggunakan orang lain sebagai korban, itulah yang disebut pengedar enggak ada ampun. Tapi, bagi korban, pengguna harus direhabilitasi," tegasnya.

Apalagi, undang-undang terkait narkotika ini sebenarnya lebih bertujuan untuk merahabilitasi penggunanya daripada memejarakannya. Sehingga penting bagi penegak hukum, penyelenggara negara untuk memahami aturan tersebut.

"Gunakan akal dan nurani saat menggunakan pasal-pasal (UU Nomor 35 Tahun 2009) ini," ungkap politikus Partai Demokrat ini.