JAKARTA - Indikasi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pada pengelolaan Dana Desa/Anggaran Dana Desa Sesait, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, tahun 2019 bertambah menjadi Rp1 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri Mataram Yusuf mengatakan indikasi kerugiannya menjadi Rp1 miliar muncul dari audit Inspektorat Lombok Utara.
"Jadi kerugiannya itu ada dari proyek panggung peresean, pengelolaan BUMDes, dan ada juga dari proyek fisik lain dan pengadaan barang," ungkap Yusuf di Mataram, dilansir Antara, Kamis, 5 Agustus.
Dalam rincian-nya, indikasi kerugian negara yang muncul paling besar itu ada pada proyek panggung peresean dengan nilai mencapai Rp636,82 juta. Untuk kerugian dari pengelolaan BUMDes, nilainya mencapai Rp122,31 juta.
Dari kasus ini, penyidik telah menetapkan mantan Sekretaris Desa Sesait berinisial DS sebagai tersangka. Pada saat menjabat, DS diduga telah menyalahgunakan kewenangan-nya untuk tujuan keuntungan pribadi.
Setiap ada kegiatan desa, DS diduga melakukan monopoli. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga proses pelaporan.
"Setiap kegiatan, DS yang kelola, bukan TPK (tim pelaksana kegiatan), bukan juga kepala desa," ucap dia.
Begitu juga dengan kuitansi pencairan anggaran kegiatan desa, seluruhnya diduga berada di bawah kendali DS. Karena itu seluruh kerugian negara yang muncul dalam kasus ini, diduga kuat muara-nya ada pada DS.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, DS dikatakan Yusuf kini telah resmi menjalani penahanan. Sebagai tahanan titipan jaksa, DS menjalaninya di Rutan Polresta Mataram. Penahanannya terhitung sejak Rabu (14/4).
Dalam proses penyidikan-nya, penyidik kini sedang berupaya menyelesaikan pemberkasan tersangka.
"Jadi berkas-nya belum selesai. Nanti kalau sudah P-21 (berkas lengkap), kita akan kabari," ujarnya.
Sebagai tersangka, DS dikenakan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 dan Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Pada tahun 2019, Desa Sesait mengelola DD/ADD senilai 3,88 miliar dan juga tambahan dari dana bagi hasil pajak dan retribusi daerah (BHPRD). Nilainya sebesar Rp235,15 juta.
Anggaran itu kemudian dipakai untuk membiayai proyek fisik antara lain pembangunan jalan Sumur Pande, pembangunan Drainase Pansor, Pembangunan Talud Lokok Ara, Talud Sumur Pande, kemudian pengadaan bibit durian, dan pembangunan panggung peresean.
Dari sekian proyek, muncul masalah pembangunan panggung peresean. Kondisinya dikabarkan rusak, mengakibatkan panggung tersebut tidak dapat difungsikan sebagai ajang pertunjukan seni pertarungan tradisional suku Sasak.