JAKARTA - Juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan relaksasi pembatasan kegiatan masyarakat harus dilakukan secara hati-hati.
Menurutnya jika diambil di saat yang tidak tepat dan tak didukung kepatuhan masyarakat, kebijakan ini justru berpotensi memicu kenaikan kasus COVID-19.
"Langkah relaksasi yang tidak tepat dan tidak didukung oleh seluruh lapisan masyarakat dengan baik, dapat memicu kenaikan kasus yang lebih tinggi," ujar Wiku dalam keterangan pers yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 20 Juli.
Dirinya kemudian menyebut selama 1,5 tahun pandemi COVID-19 melanda Tanah Air, pemerintah telah tiga kali pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat dan relaksasi.
Adapun Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat ini jadi pengetatan keempat yang dilakukan pemerintah untuk menekan angka kasus COVID-19 di Tanah Air.
Dari seluruh kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat itu, Wiku mengatakan, masing-masing dilakukan selama empat hingga delapan minggu dan berdampak pada penurunan angka kasus COVID-19.
BACA JUGA:
Hanya saja, seringkali setelah pelonggaran dilakukan angka kasus penularan virus justru melonjak.
"Saat relaksasi 13-20 minggu, kasus kembali meningkat hingga 14 kali lipat," tegasnya.
Sehingga, pemerintah akan berhati-hati mengambil kebijakan relaksasi pembatasan kegiatan masyarakat. Apalagi, selama dua pekan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat berlangsung, mobilitas masyarkat dan keterisian tempat tidur di rumah sakit sudah mengalami penurunan.
"Relaksasi kebijakan perlu kehati-hatian. Berkaca dari pengatatan dan relaksasi atau langkah gas rem yang diambil pemerintah selama 1,5 tahun pandemi ini," ungkap Wiku.
"Hal ini perlu menjadi refleksi penting pada pengetatan yang saat ini dilakukan," pungkasnya.