Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah saat ini tengah memburu tiga macam obat dari luar negeri untuk diberikan kepada pasien COVID-19. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan obat dalam negeri.

"Kita sudah mengidentifikasi bahwa untuk obat-obat yang ada pabriknya di dalam negeri masih terkontrol suplainya. Kami menyadari bahwa ada obat-obatan impor yang memang secara global suplainya ketat," kata Budi dalam konferensi pers secara daring usai melaksanakan rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Jumat, 16 Juli.

Ada pun obat yang saat ini sedang diburu oleh pemerintah salah satunya Remdesivir yang didatangkan dari India, China, dan Pakistan.

Kata Budi, obat tersebut kini suplainya secara global cukup sulit. Sehingga, Kementerian Kesehatan meminta bantuan dari Kementerian Luar Negeri untuk berkomunikasi dengan sejumlah negara penghasil Remdesivir.

Hal ini ditujukan agar India membuka kembali kran ekspornya terhadap obat Remdesivir.

"Kita sudah negosiasi dengan ibu Menteri Luar Negeri (Retno Marsudi) dibantu, agar India bisa membuka kembali kran ekspornya dan ini sudah mulai masuk 50 ribuaan vial minggu ini. Nanti bertahap 50 ribu vial setiap minggu," ungkap eks Wakil Menteri BUMN tersebut.

Selain itu, Indonesia juga sudah berkomunikasi dengan pemerintah China untuk mengusahakan obat tersebut bisa dibawa ke Indonesia.

Obat berikut yang sulit didapatkan adalah Actemra yang dibuat oleh perusahaan bernama Roche di Swiss. Budi mengatakan, secara global pun obat tersebut saat ini sangat sulit untuk mendapatkannya sementara stok di dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan secara nasional.

"Kami juga sudah bicara dengan CEO-nya Roche dan memang diakui ada suplai global yang ketat sehingga dengan stok yang ada sekarang masih jauh dari yang kita butuhkan," jelasnya.

Untuk mengantisipasi kelangkaan obat terapi ini, pemerintah berencana menggunakan jenis lain yang punya kemiripan dengan Actemra yang berasal dari Amerika Serikat. Penyebabnya, saat negara tersebut dilanda gelombang COVID-19, mereka punya stok obat-obatan yang melimpah.

Terakhir, obat terapi COVID-19 yang dicari pemerintah adalah Gammaraas. Budi mengatakan, Gammaraas merupakan merek dagang dari kategori obat IVig (intravenous immunoglobulin) yang diproduksi di China.

Menurutnya, Indonesia saat ini membutuhkan banyak obat Gammaraas. Sementara saat ini pemerintah telah mendatangkan sekitar 30 ribu vial.

"Kita membutuhkan lebih banyak lagi. Dengan dibantu dari Kemenlu kita terus melakukan lobi-lobi dengan pemerintah China," jelas Budi.

"Jadi tiga obat impor itu yang sekarang kita terus kejar untuk bisa memenuhi kebutuhan di dalam negeri," pungkasnya.