Panti Pijat Sesama Jenis di Medan Berkamuflase Gunakan Rumah Mewah
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Sindikat prostitusi sesama jenis (gay) terungkap di wilayah Medan, Sumatera Utara. Butuh waktu beberapa tahun hingga akhirnya bisnis esek-esek dengan modus panti pijat bisa tercium dan diungkap polisi.

Direkrut Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara Kombes Irwan Anwar mengatakan, dalam perkara ini sebelas orang ditetapakan sebagai tersangka. Satu di antaranya berinisial A merupakan pemilik sekaligus perekrut terapis.

Selain itu, dari hasil pemeriksaan dan penyelidikan diketahui jika bisnis prostusi ini sudah berjalan kurang lebih dua tahun. Sebab, mereka menyamarkan aksinya dengan berbagai cara.

"Dari pemeriksaan tersangka kurang lebih sekitar dua tahun sudah beroprasi," ucap Irwan dalam keterangnya, Kamis, 4 Juni.

Terungkapnya bisnis prostisusi ini, lanjut Irwan, diawali karena adanya kecurigan petugas. Sehingga dilakukan penyelidikan dan akhirnya berujung penggerebekan, pada Minggu, 31 Mei.

Saat penggerebekan, ditemukan alat kontrasepsi jenis kondom di lokasi, beberapa di antaranya sudah bekas pakai. Selain itu, ditemukan juga mainan seks di lokasi tersebut.

Sementara, terapis atau pemijat, dan tamu yang datang ke sana seluruhnya merupakan laki-laki. Fakta ini mengkuatkan bahwa panti pijat hanya merupakan modus dari tindak pidana prostisi.

"Hasil penyelidikan, klien atau pasien semua laki-laki. Maka menjadi aneh kalau ada kondom atau alat kontrasepsi yang ditemukan di TKP," kata Irwan.

Rumah mewah jadi kamuflase

Selain menggunakan panti pijat sebagai modus, sindikat prostitusi ini juga menggunakan rumah mewah yang berada di kompleks perumahan Taman Setiabudi Indah (Tasbih) II, Jalan Outerringroad, Gagak Hitam, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan untuk menyembunyikan aksinya.

Penggunaan rumah mewah dianggap dapat meminimalisi kecurigaan masyarakat sekitar. Apalagi, tingkat sosialisasi di perumahan mewah sangat minim ketika dibanding dengan perumahan umum.

"Tersangka A sebagai penyedia tempat. Tapi rumah itu bukan miliknya, statusnya kontrak," kata Irwan.

Untuk memperkecil risiko bisnis prostitusi kamus gay diketahui orang banyak, para tersangka memiliki grup dalam aplikasi pesan singkat. Nantinya, para konsumen dalam grup itu bisa dengan mudah memasan jasa para terapis.

"Mereka punya komunikasi antar mereka (para tersangka) di lokasi dengan para pemakai jasa. Dari yang kami dalami ada grup yang mereka gunakan," kata Irwan.

Untuk saat ini, perkara ini masih dikembangkan untuk melacak para konsumen dari sindikat prostitusi kaum gay. Sementara, untuk tersangka utama yakni, A, akan dijerat Undang-Undang nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan perdagangan orang dengan ancaman maksimal penjara 15 tahun dan denda paling sedikit Rp120 juta dan maksimal Rp600 juta.

Sedangkan, untuk tersangka lainnya yang merupakan tersapis akan dijerat Pasal 296 KUHP tentang membantu atau memudahkan terjadinya perbuatan cabul.