Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) mengenai pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tersebut resmi ditetapkan pada 2 Desember.

Namun, ada yang menarik dari aturan yang sudah ditetapkan tersebut. Sejumlah syarat mengenai pencalonan dalam peraturan, tak satupun terdapat tentang larangan mantan narapidana korupsi untuk menjadi calon kepala daerah. Padahal sebelumnya KPU berencana untuk memuat larangan tersebut dalam PKPU ini.

Di dalam PKPU hanya mengatur larangan bagi dua mantan terpidana yaitu bukan mantan terpidana bandar narkoba dan bukan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak. Sedangkan untuk narapidana korupsi, hanya bersifat mengimbau partai politik untuk mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi.

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Kamrussamad mengatakan, larangan ini menjadi alasan penting. KPU juga perlu berjuang sungguh-sungguh untuk masukkan larangan mantan narapidana korupsi ini dalam PKPU.

"Larangan mantan Narapidana korupsi Maju Pilkada adalah sanksi sosial yang diharapkan menimbulkan efek jera. Fakta kepala daerah terjerat korupsi meningkat dari sembilan kepala daerah tahun 2017 ke 20 kepala daerah tahun 2018," tuturnya, ketika dihubungi, di Jakarta, Minggu, 8 Desember.

Kamrussamad menilai, perlu adanya terobosan hukum untuk melahirkan pemimpin berintegritas. Kerana itu diperlukan juga dukungan stakeholder hukum nasional.

"Jika larangan tersebut diberlakukan maka akan ada kemajuan dalam membangun ekosistem politik berintegritas," jelasnya.

Tidak adanya aturan larangan mantan narapidana korupsi dalam PKPU, kata dia, memandakan kegagalan KPU dalam mendorong regulasi yang lebih baik.

"Rakyat semakin tidak percaya terhadap kualitas demokrasi dalam melahirkan pemimpin berintegritas," katanya.

Ilustrasi pencoblosan Pilkada (Irvan Meidianto/VOI)

PKPU Terbit Sesuai Peraturan dan Tak Bertentangan dengan UU

Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kapuspen Kemendagri) Bahtiar menegaskan, bahwa PKPU tentang pencalonan kepala daerah dalam Pilkada 2020 yang tercatat dengan Nomor 18 Tahun 2019, sesuai peraturan dan tak bertentangan dengan Undang-Undang (UU).

"PKPU sesuai dengan dengan Peraturan dan tak bertentangan dengan Undang-Undang sebagaimana hasil Rapat Dengar Pendapat antara, KPU RI, Bawaslu RI Pemerintah dan Komisi II DPR beberapa waktu lalu," kata Bahtiar.

Bahtiar menjelaskan, dalam Pasal 4 soal persyaratan calon kepala daerah, tidak ada larangan bagi mantan terpidana korupsi. Namun, ada penambahan norma Pasal 3A ayat (3) dan ayat (4) oleh KPU, dengan menggunakan frasa 'mengutamakan'.

Mengutamakan yang dimaksud adalah bukan norma persyaratan dan sifatnya tidak mengikat. Sebab, norma tersebut bersifat imbauan. Bahtiar mengatakan, seleksi calon kepala daerah itu sepenuhnya adalah kewenangan partai politik. 

Selain itu, lanjut Bahtiar, apabila larangan pencalonan mantan napi kasus korupsi dimasukkan ke dalam PKPU, maka ketentuan tersebut melebihi amanat yang tertuang dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g dan penjelasan pasal 7 ayat (2) huruf g UU Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang  Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Pembatasan hak seseorang berdasarkan pasal 28 J ayat (2) UUD 1945  harus dilakukan melalui UU, bukan melalui peraturan teknis.

Bahtiar menjelaskan, ketentuan tersebut juga telah dikuatkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 42/PUU-XIII/2015 di mana mantan terpidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah sepanjang mengemukakan secara terbuka dan jujur kepada publik sebagai mantan terpidana.

Isi Pasal 4 ayat (1) huruf h tersebut masih sama dengan aturan sebelumnya yakni PKPU Nomor 7 Tahun 2017 yang hanya mengatur larangan bagi dua mantan terpidana, yang berbunyi 'Bukan Mantan Terpidana Bandar Narkoba dan Bukan Mantan Terpidana Kejahatan Seksual terhadap Anak.'

"Dalam pasal 4 PKPU Nomor 18 Tahun 2019, tak ada syarat pencalonan adalah bukan mantan narapidana korupsi. Berarti mantan napi kasus korupsi tetap boleh mencalonkan diri sepanjang diusulkan Parpol sesuai ketentuan Pasal 7 huruf g UU Nomor 10 Tahun 2016," jelasnya.

Pasal tersebut berbunyi:

"Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana,"

Bahtiar mengatakan, pemahaman tentang PKPU Nomor 18 tahun 2019 perlu disebarluaskan kepada publik agar masyarakat memahami substansinya dan adanya kepastian hukum dalam pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020 mendatang.

Sebelumnya, Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan alasan tidak adanya larangan bekas narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai kepala daerah lantaran KPU ingin berfokus pada tahapan pencalonan Pilkada 2020 yang sudah berjalan sejak 26 Oktober 2019.

Meski batal melarang mantan koruptor jadi calon, KPU masih berharap supaya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada direvisi.