Keputusan Menag Terkait Haji Dinilai Melanggar, Pengamat: Etika Berpolitik
Ilustrasi (Foto: Konevi from Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Keputusan Kementerian Agama (Kemenag) membatalkan keberangkatan ibadah haji tahun 2020 dipermasalahkan Komisi VIII DPR. Keputusan yang diambil sepihak oleh Kemenag tanpa melibatkan Komisi VIII dinilai melanggar aturan perundangan.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai, keputusan yang diambil Kemenag tidak melanggar aturan. Hanya saja, ada hal yang dilewatkan oleh pihak Kementerian Agama dengan tak melibatkan Komisi VIII.

"Sebetulnya melanggar aturan juga tidak, tapi karena tidak dibicarakan saja (dengan DPR RI). Tidak ada Pasal-Pasal jika tidak dibicarakan akan masuk penjara. Etika berpolitik saja," kata Agus kepada VOI, Rabu, 3 Juni.

Namun, kata Agus, Komisi VIII memang harus mengkritisi keputusan itu. Sebab, hal ini berujung pada konteks agama dan uang. Sehingga, harus diawasi agar tak terjadi penyalahgunaan wewenang.

Hanya saja, permasalahan ini tidak perlu dibesar-besarkan. Sebab, DPR mengetahui pertimbangan-pertimbangan dari Kementerian Agama dalam memutuskan membatalkan keberangkatan haji 2020. Terlebih, masa pagebluk COVID-19 yang menjadi dasar utamanya.

"Sebaiknya memang dibahas dengan DPR jangan terburu-buru dan minta pertimbangan. Karena ini urusan agama dan uang, DPR patut diajak diskusi," kata Agus.

Keputusan tepat

Membatalkan keberangkatan haji, kata Agus, merupakan keputusan tepat. Alasannya, dengan waktu yang semakin sempit, pihak Arab Saudi tak kunjung memberikan kepastian soal izin ibadah haji.

Selain itu, bukan perkara mudah untuk mempersiapkan segala kebutuhan bagi banyak orang. Apalagi waktunya tidak banyak. Ini juga menjadi salah satu pertimbangan pembatalan keberangkatan ibadah haji.

"Mungkin pertimbangannya kan persiapannya tidak mudah. Harus bayar ini, bayar itu. Sebenarnya belum ada kepastian juga dari Arab Saudi," tegas Agus.

Kata dia, jika keberangkatan haji tak dibatalkan, maka Kemenag harus menyiapkan akomodasi dan transportasi seluruh jemaah. Namun, karena belum ada kepastian persiapan itu sewaktu-waktu akan terkesan sia-sia jika memang tak ada izin dari Arab Saudi.

"Persiapan dengan waktu yang kira kira hanya sebulan kan cukup sulit, belum sewa pesawatnya, kan sewa pesawat tidak mudah juga. Belum sewa hotel, dan konsumsi para jemaah," ungkap Agus.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Agama Fachrul Razi memutuskan, tidak memberangkatkan jemaah haji di tahun 2020 atau 1441 Hijriah. 

Pertimbangan atas keputusan ini, salah satunya soal kecukupan waktu yang lebih lama. Sebab, ketika memilih untuk tetap memberangkatkan calon jemaah haji, maka mereka harus melalui proses masa karantina yang panjang. Para jemaah haji mesti dikarantina selama dua pekan di tanah air sebelum bertolak ke Arab Saudi. Kemudian, kembali menjalani karantina setibanya di sana dan usai kembali ke tanah air.

Pertimbangan pembatalan pemberangkatan haji lainnya adalah soal jaga jarak fisik selama beribadah. Hal ini jadi perhatian karena para jemaah haji mesti menerapkan protokol kesehatan agar mencegah penularan COVID-19. Menjaga jarak fisik pun harus dilakukan selama dalam perjalaman menuju Arab Saudi, saat proses beribadah, hingga tiba kembali ke tanah air.

Dokumentasi VOI

Kemudian, langkah ini diambil karena pemerintah Arab Saudi juga tak kunjung membuka akses haji dari negara manapun. Sehingga, pemerintah tak memiliki cukup waktu melakukan persiapan terkait dengan pelayanan dan perlindungan jamaah.

Dengan beberapa pertimbangan itu, maka, diputuskan untuk tak memberangkatkan jemaah haji di tahun 2020 dan tertera pada Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 494 tahun 2020 tentang pemabatalan jamaah haji.

Dalam mengambil keputusan tersebut, lanjut Fachrul, Kementerian Agama sudah berkoordinasi dengan Komisi VIII DPR-RI dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) baik secara formal maupun informal.

"Tentu Kementerian Agama juga sudah melakukan komunikasi dengan mitra kami komisi VIII di DPR tentang perkembangan situasi ini, baik melalui komunikasi formal dengan rapat kerja maupun komunikasi informal secara langsung," ujar Menteri Agama Fachrul Razi dalam konferensi persnya yang dilakukan secara daring.

Adapun pembatalan ini berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia, baik yang menggunakan visa reguler atau pun khusus. Dengan begitu, perjalanan haji di tahun 2020 ditutup sementara akibat masa pagebluk COVID-19. Keputusan tersebut diambil untuk menjaga kesehatan masyarakat Indonesia.