Kematian Pasien Isoman Tinggi, DPR: Harus Jadi Perhatian Pemerintah
Ilustrasi Pemakaman Pasien COVID-19/Antara

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengingatkan pemerintah agar memberi perhatian khusus pada kasus kematian pasien COVID-19 akibat melakukan isolasi mandiri (isoman). 

Pasalnya, kasus meninggal dari pasien isoman turut menyumbang angka kematian pasien COVID-19 di Indonesia belakangan ini. 

Hal itu, menurut Mufida, lantaran faktor kelangkaan oksigen dan obat, penuhnya keterisian tempat tidur rumah sakit dan permasalahan mendapatkan mobil ambulans menjadi pemicu kematian tinggi pasien isolasi mandiri.

"Bisa dicek di lapangan betapa sulitnya pasien yang isolasi mandiri mendapatkan tabung oksigen dan obat-obatan terutama untuk golongan antivirus dan antibiotik. Belum lagi masalah kapasitas rumah sakit yang sudah penuh, termasuk sulitnya mendapatkan mobil ambulans bagi pasien yang darurat COVID-19," ujar Mufida, Rabu, 14 Juli.

Menurutnya, program Telemedicine yang dicanangkan pemerintah nyatanya belum terbukti berjalan baik dalam membantu pasien isoman. Selain itu, informasi terkait isoman juga masih sulit didapat masyarakat. 

"Ini kan masalah. Hal itu membuktikan panduan isoman dan obat-obatan bagi pasien COVID tidak terjangkau dan belum didapat," tegas Mufida.

Karena itu, legislator DKI Jakarta ini mengingatkan pemerintah tidak perlu banyak melakukan kerja simbolik dan seremonial. Namun, bagaimana pemerintah mampu mengendalikan harga obat yang melonjak tinggi, termasuk ketersediaan tabung oksigen yang memadai bagi pasien Covid.

Bahkan, Mufida menyebutkan, berdasarkan data Lembaga LaporCovid-19, 265 pasien COVID-19 meninggal dunia saat melakukan isolasi mandiri di rumah selama bulan Juni hingga 2 Juli 2021. Data tersebut dihimpun berdasarkan hasil penelusuran tim LaporCovid19 di media sosial seperti Twitter, berita online dan laporan langsung warga ke LaporCovid-19.

Sebanyak 265 Korban jiwa tersebut tersebar di 47 Kota dan Kabupaten dari 10 Provinsi yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Lampung, Kepulauan Riau, Riau dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Ini fakta lagi data yang diungkap terkait kematian pasien COVID saat isoman. Data itu tidak dihimpun Kementerian Kesehatan. Secara pribadi saya prihatin akan tingginya kasus kematian pasien COVID saat isoman. Harusnya ini jadi perhatian pemerintah juga," kata politikus PKS itu.

Belum lagi, sambung Mufida, Indonesia mencatat rekor kematian harian COVID-19 tertinggi di dunia dengan 1.007 jiwa pada Minggu, 11 Juli  lalu. Jumlah itu menyalip India yang berada di urutan ketiga dengan 720 kasus kematian, kemudian Rusia 749, dan Brazil dengan 597 korban meninggal. 

Di hari sebelumnya, pada Sabtu, 10 Juli, kasus kematian harian di Indonesia berada di posisi ketiga dengan 826 jiwa. Di posisi kedua masih ditempati India dengan 899 kasus dan Brazil menduduki puncak dengan 1.172 korban meninggal.

Untuk itu, Mufida berharap pasien COVID-19 bergejala sedang dan berat jangan dipaksa untuk melakukan isolasi mandiri di rumah karena tidak akan mendapatkan pengawasan. 

Lebih baik, kata dia, pasien COVID-19 bergejala sedang hingga berat terutama yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) ikut dalam antrean IGD rumah sakit. Sebab menurut dia, setidaknya ada penanganan yang bisa dilakukan tenaga kesehatan terhadap pasien COVID-19 gejala sedang-berat jika terjadi sesuatu.

"Paling tidak bila pasien COVID dengan gejala sedang dan berat bisa diberikan oksigen dan tertangani langsung secara medis oleh tenaga kesehatan rumah sakit. Ini jauh lebih baik daripada isolasi mandiri namun tidak mengetahui harus melakukan apa dan mengkonsumsi obat apa," sebutnya.

"Karenanya harus dicarikan solusi dibukanya rumah sakit darurat dan ruang isolasi mandiri oleh Kemenkes yang di kontrol langsung. Ini jadi solusi meminimalisir kematian pasien COVID saat isoman," imbuhnya.

Mufida menambahkan, permasalahan-permasalahan di lapangan seperti kelangkaan tabung oksigen dan obat, program Kemenkes Telemedicine harus dimaksimalkan bagi pasien COVID dan ketersediaan tempat tidur rumah sakit harus segera diatasi.

"Semoga kita bisa keluar dari darurat COVID. Dan permasalahan kelangkaan tabung oksigen dan obat serta ketersediaan tempat tidur rumah sakit bisa teratasi. Program Kemenkes Telemedicine harus dimaksimalkan bagi pasien COVID. Insya Allah kita optimis bisa keluar dari pandemi ini," pungkas Mufida.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui bahwa pelaksanaan isolasi mandiri (isoman) pasien COVID-19 bermasalah. Banyak pasien yang seharusnya dirawat di rumah sakit tak tertampung di RS karena penuh.

Sebaliknya, kata Budi, banyak pasien COVID-19 yang seharusnya bisa menjalani isoman di rumah tapi malah dirawat di rumah sakit.

"Soal isoman, memang ini juga jadi masalah di kita karena banyak orang yang tidak masuk rumah sakit karena rumah sakitnya penuh. Kita juga mengamati banyak sebenarnya yang tidak perlu dulu masuk rumah sakit, sudah masuk rumah sakit, sehingga buat rumah sakit penuh," kata Budi dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR secara daring, Selasa, 13 Juli.