JAKARTA - Hari Raya Iduladha 1442 Hijriah yang jatuh pada 20 Juli 2021, tepat di hari terakhir Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Ibu Kota.
Kendati belum diketahui apakah PPKM Darurat akan diperpanjang atau tidak, namun pandemi COVID-19 tampaknya masih belum bisa lepas dari kehidupan masyarakat Jakarta, ketika Hari Raya Iduladha tiba.
Oleh karena itu, tetap diimbau menghindari risiko penularan COVID-19 dengan menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memakai masker, mengurangi mobilitas, dan menghindari kerumunan.
Dilansir Antara, Rabu, 14 Juli, guna menjaga pelaksanaan ibadah Umat Islam di Hari Raya Iduladha saat PPKM Darurat tetap kondusif, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta menyampaikan taushiyah (imbauan) kepada umat Islam yang berkurban dalam situasi pandemi COVID-19, di antaranya:
1. Sementara tidak berada dalam kerumunan massa
2. Tidak memotong sendiri hewan kurbannya
3. Tidak menyaksikan pemotongan hewan kurbannya
4. Semuanya cukup diwakilkan kepada panitia yang profesional dan amanah.
Panitia kurban yang bertindak sebagai wakil orang yang berkurban (al-mudhahhi) akan menjalankan ketentuan hukum syariat kurban dengan sebaik-baiknya memperhatikan kenyamanan, keindahan, kebersihan (higienis), dan ketertiban lingkungan.
Kepala Divisi Penyembelihan Halal Pusat Kajian Sains Halal Institut Pertanian Bogor (IPB) drh Supratikno mengatakan perwakilan tersebut akan dilakukan mulai dari pembelian hewannya, penyembelihannya, hingga pembagian daging kurbannya.
Bahkan bisa mengirim wakil di tempat lain yang zonasinya dinilai lebih aman dari virus corona (zona hijau), sehingga pelaksanaan pembelian hingga pemotongan hewan kurbannya lebih tenang dan lebih bermanfaat ketika dilakukan di sana, kemudian setelah selesai lalu dagingnya didistribusikan ke daerah yang lebih membutuhkan
Memang kalau bisa sendiri, lebih utama dilakukan sendiri, disaksikan sendiri, dikuliti dan dicacah sendiri, dan dibagikan sendiri. Tapi bagaimana kalau tidak mampu?
"Daripada menyembelih sendiri jadi tidak halal, lebih baik diwakilkan kepada yang mampu," kata Supratikno dalam diskusi daring terkait penyembelihan kurban yang diadakan oleh Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian Jakarta Utara, Selasa, 13 Juli.
BACA JUGA:
Kurban Streaming
Teknologi siaran langsung dalam jaringan (digital streaming) saat ini dinilai mampu menjawab segala keterbatasan warga Jakarta dalam melaksanakan ibadah kurban saat PPKM Darurat
Panitia kurban hendaknya dapat kreatif memanfaatkan teknologi streaming terkini ini untuk jamaah yang berkurban, supaya tetap bisa menyaksikan langsung proses pembelian, penyembelihan, hingga pendistribusian hewan kurban tersebut dengan lebih transparan dan tanpa kecurigaan.
Kendati tidak benar-benar hadir menyaksikan secara fisik, setidaknya jamaah tetap menyaksikan hewan kurbannya secara virtual. Ini akan meminimalisir potensi kesalahpahaman antara panitia dengan jamaah dan membuat ibadah kurban tetap berjalan kondusif.
Tidak perlu lah semua orang harus datang ke tempat penampungan atau penjualan hewan kurban sehingga menimbulkan kerumunan.
Jamaah tinggal mempercayakan saja uangnya kepada panitia untuk dibelikan hewan kurban yang cukup umur, sehat, dan tidak cacat, sesuai yang disyariatkan.
Kalau panitia kurbannya tidak dapat memegang amanah, dosanya akan ditanggung oleh panitianya. Sedangkan umat yang berkurban tidak perlu takut kehilangan atau terkurangi pahalanya akibat perbuatan tidak amanah panitia tersebut.
Di tengah lonjakan kasus COVID-19 di DKI Jakarta saat ini, pikiran harus selalu tenang dan jauh dari syak wasangka yang membelenggu kehidupan sosial kita.
Ini penting agar perayaan Hari Iduladha nanti betul-betul bermanfaat dalam upaya kita membantu sesama sehingga Indonesia segera terlepas dari masa-masa sulit akibat pandemi COVID-19.
Karena tidak dapat dipungkiri, banyak orang yang mungkin saat ini sedang kesulitan, akan tertolong dengan sedikit daging yang kita kurbankan saat Hari Raya Iduladha nanti.
Memaksimalkan Hari Tasyrik
Untuk menghindari kerumunan, penyembelihan hewan kurban hendaknya tidak dipaksakan selesai pada hari nahar (10 Dzulhijjah) selesai Salat Id saja.
Sebab, hari pelaksanaan penyembelihan hewan kurban juga boleh dan sah dilakukan pada Hari Tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah).
"Dari Jubair bin Math’am dari Nabi SAW. Beliau bersabda: ”Semua hari Tasyrik adalah waktu penyembelihan (hewan kurban)”. (Hadist Riwayat Ahmad)
Sehingga jika memang saat itu ada banyak hewan yang harus dikurbankan, panitia kurban bisa melanjutkan pemotongan hewannya esok hari atau hingga dua hari setelahnya. Tidak perlu memaksakan selesai pemotongan dalam satu hari.
Hari tasyrik termasuk dalam rangkaian Hari Raya Iduladha yang mana merupakan hari untuk makan minum serta mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT (dzikrullah). Ketika hari itu, umat Islam dilarang berpuasa yang wajib maupun yang sunnah.
Menurut Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia Kota Jakarta Utara Ade Purnama, tidak ada keutamaan penyembelihan yang dilakukan di antara keempat hari tersebut.
"Tidak ada keutamaan (antara) hari yang satu atas yang lain. Artinya tidak mesti dipaksakan semuanya harus tanggal 10 Hari Raya Iduladha ba'da Salat Id, atau semuanya serempak di hari ke-11, tidak," ujar Ade.
Sehingga boleh memilih pelaksanaan pemotongan hewan kurban di antara keempat hari tersebut tanpa perlu khawatir ada perbedaan nilai pahala yang akan diterima.
"Karena sebagaimana hadits, ayyamut tasyriq, ayyamu akliwwa syurbiwwa dzikrillah, jadi hari-hari tasyrik itu 11, 12, 13, adalah hari untuk makan, minum, dan dzikrullah. Nah dzikrullah ini, di hadits yang lain juga ditambahkan hari-hari untuk menyembelih," kata Ade.
Syariat penyembelihan
Pelaksanaan pemotongan hewan kurban dianjurkan untuk dilaksanakan di Rumah Potong Hewan (RPH) karena dinilai lebih memadai persiapan tempatnya dibandingkan tempat lain.
Namun, apabila jamaah tetap ingin melaksanakan pemotongan hewan kurban di lingkungannya masing-masing juga diperbolehkan, asal lingkungan tersebut melakukan sejumlah persiapan yang memadai pula, sesuai syariat Islam.
Dalam syariat Islam mengajarkan pentingnya perlakuan yang baik atau ihsan pada hewan sembelihan agar penyembelihan berjalan baik dan diperoleh daging sembelihan yang halal dan thayyib pula (Hadits Riwayat Ahmad, Muslim, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Menurut Kepala Divisi Penyembelihan Halal Pusat Kajian Sains Halal Institut Pertanian Bogor (IPB) drh Supratikno, perlakuan yang baik atau ihsan pada hewan sembelihan dapat mengurangi tingkat kesakitan dan stress yang diterima saat penyembelihan.
"Meski tidak mungkin menghilangkan semua stress dan kesakitan tersebut, tapi setidaknya kita menguranginya," kata Supratikno.
Karena itu penting melakukan persiapan pada lingkungan atau desain tempat penyembelihan. Hendaknya disiapkan tangga untuk menurunkan hewan kurban dari atas kendaraan menuju tempat tersebut. Jika tidak permanen, bisa berupa struktur temporer menggunakan karung pasir yang disusun sedemikian rupa agar dapat menjadi pijakan.
Pijakan itu penting supaya saat hewan tidak mengalami stress, luka bahkan cacat ketika dipaksa melompat turun dari kendaraan yang mengangkutnya.
Kemudian disiapkan pula lokasi penyembelihan khusus yang ada penyekatnya, sehingga tidak bisa terlihat oleh hewan yang masih hidup saat hewan tersebut disembelih.
Siapkan juga tempat transit yang nyaman bagi hewan kurban. Tempat itu sebaiknya diberi peneduh, tidak bising atau ramai, dan terpisah dari tempat penyembelihan.
Kemudian disiapkan pula tempat pembuangan limbah tersendiri yang tidak mencampuri saluran air bersih. Bisa dibuat dalam bentuk lubang dalam tanah yang tidak mencampuri saluran air umum yang ada di sekitarnya.
"Jangan sampai kita dituduh hari raya umat Islam ada pencemaran massal, jangan sampai itu terjadi," kata Supratikno.
Persiapan kedua, perhatikan kesejahteraan hewan. Tidak mencampur ternak yang berbeda jenis, seperti sapi dipisahkan dari kambing/domba. Tali ikatan yang dipasangkan di leher hewan juga tidak terlalu pendek. Dan sediakan pula air minum yang cukup.
Hewan yang akan disembelih tidak boleh sampai dehidrasi, namun puasakan dia 12 jam sebelum disembelih agar mengurangi isi rumen (perut) serta menyempurnakan proses konversi serabut otot dan pembuluh darah menjadi daging.
Persiapan ketiga, memiliki petugas yang kompeten untuk menyiapkan daging untuk dibagikan maksimal enam jam setelah pemotongan dilakukan.
Daging jangan dibiarkan 'basah' lebih lama dari enam jam tergeletak begitu saja di tempat pemotongan, supaya tetap segar saat dimasak oleh mustahik atau disimpan dalam lemari pendingin.
Tapi kalau mau menyiasatinya agar tetap segar, hendaknya karkas digantung setelah disembelih supaya darahnya tiris, menetes ke bawah, dan permukaan daging menjadi lebih kering dan kaku karena ligormorphis-nya selesai. Siangnya, bisa diangkat dari penggantungnya dan ditangani dengan lebih bersih dan kering.
Keempat, lakukan proses penyembelihan secara benar. Penyembelihan harus memotong tiga saluran pada leher bagian depan/ di bawah jakun yang terdiri atas saluran pernapasan (tenggorokan/trakhea; hulqum), saluran makanan (kerongkongan/esofagus; mari’), dan pembuluh darah (arteri karotis dan vena jugularis; wadajain).
Kelima, jangan menyiksa hewan ternak. Sebelum ternak benar-benar mati, dilarang keras menusuk jantungnya, menguliti, memotong kakinya, memotong ekornya, dan sebagainya. Untuk memastikan hewan telah benar-benar mati setelah disembelih, maka perhatikan apakah masih terdapat refleks pada mata, ekor, dan kakinya.
Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia Kota Jakarta Utara Ade Permana mengatakan menjadi panitia kurban adalah sebuah amanah dari jamaah untuk ditunaikan dengan baik, sesuai tuntunan syariat.
Tapi hendaknya amanah yang dilaksanakan itu tidak mengabaikan ikhtiar kita dalam melindungi diri dan lingkungan sekitar dari penularan COVID-19 dengan perilaku disiplin melaksanakan protokol kesehatan di masa PPKM Darurat.
Seandainya kemudian musyawarah Dewan Pers Kemakmuran Mesjid memutuskan, sudahlah, kurban di lingkungan kita titipkan saja ke Rumah Potong Hewan Cakung, Jakarta Timur misalnya. Itu tidak ada masalah, karena secara syariat boleh, dan tidak mengurangi nilai amanah yang ingin ditunaikan.
Ajaran Islam yang memiliki keluwesan untuk dijalankan oleh pemeluknya, kadang kala memunculkan jawaban-jawaban di kala situasi dan kondisi saat ini menyulitkan kita untuk menjalankan ibadah secara normal.
Maka dari itu, hendaknya sebagai Muslim yang bertakwa, kita terus berikhtiar semampu kita melaksanakan ibadah tersebut demi satu tujuan, yakni menggapai rida Allah SWT.