Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI) tersangka dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta. 

Meski begitu, KP belum melakukan penahanan terhadap Rudy karena ini pertama kalinya pihak swasta tersebut diperiksa.

"Hari ini pemeriksaan yang bersangkutan dalam kapasitasnya sebagai tersangka untuk pertama kalinya," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati kepada wartawan, Senin, 12 Juli.

Dalam pemeriksaan tersebut, dia mengatakan penyidik KPK mendalami sejumlah hal. Termasuk hubungannya dengan para tersangka dari PT Adonara Propertindo yaitu Tommy Ardian dan Anja Runtuwene.

Selain itu, penyidik juga mendalami peran Rudy dalam pembahasan di internal PT Adonara Propertindo dalam proses pengadaan tanah di Munjul yang belakangan menimbulkan kerugian negara hingga Rp152 miliar.

"Dalam pemeriksaan tersebut antara lain penyidik mendalami beberapa hal mengenai status hubungan tersangka dengan PT AP serta dugaan peran aktif tersangka RHI dalam pembahasan internal di PT AP terkait pengadaan tanah di Munjul," ungkap Ipi.

Sementara Rudy usai diperiksa tidak menyampaikan apapun kepada awak media. Dia memilih untuk diam dan mengambil langkah seribu.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan Rudy sebagai tersangka pada Senin, 14 Juni lalu. Hanya saja, Rudy tak hadir saat itu karena sakit dan telah mengirimkan surat ke KPK.

Sehingga, penyidik kembali memanggil Rudy pada hari ini atau Senin, 12 Juli untuk diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini yaitu Direktur dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo yaitu Tommy Adrian serta Anja Runtuwene, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar. Selain itu, KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korupsi korporasi.

Kasus ini bermula saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk  dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. 

Selanjutnya, Perumda Pembangunan Sarana Jaya ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama. 

Dari kerja sama ini, pada 8 April 2019 lalu, disepakati penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor Perumda Sarana Jaya. Tanda tangan ini dilakukan antara pihak pembeli yaitu Yoory dan Anja Runtuwene.

Masih di waktu yang sama tersebut, dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp108, 9 miliar ke rekening bank milik Anja pada Bank DKI. Berikutnya, atas perintah Yoory, pembayaran dilakukan sebesar Rp43,5 miliar.

Namun, dalam proses pengadaan tanah tersebut, Perumda Sarana Jaya diduga melakukan tindakan penyelewengan seperti tak melakukan kajian terhadap kelayakan objek tanah dan tak melakukan kajian appraisal tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai peraturan terkait. 

Selain itu, perusahaan BUMD ini juga diduga kuat melakukan proses dan tahapan pengadaan tanah tak sesuai prosedur dan ada dokumen yang disusun secara backdate, serta kesepakatan harga awal antara Anja dan Perumda Sarana Jaya dilakukan sebelum proses negosiasi dilakukan.