JAKARTA - Belakangan ini Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro jadi perbincangan lantaran kedapatan merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris di Bank BRI. Usut punya usut, kejadian serupa juga terjadi di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Hal ini diduga melanggar peraturan. Karenanya, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendesak para rektor yang merangkap jabatan tersebut segera mengundurkan diri.
Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji menduga rangkap jabatan Rektor UI melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia Pasal 35 huruf c. Peraturan itu melarang rektor memegang jabatan di perusahaan BUMN/Swasta/Daerah. "Sayangnya, meski mendapat banyak kecaman publik, hingga kini pihak UI masih bungkam," kata Ubaid lewat keterangan tertulis.
Rektor UI ternyata bukan satu-satunya yang merangkap jabatan. Rektor UIII kata Ubaid, yang juga menjabat Komisaris Independen Bank Syariah Indonesia (BSI), diduga melanggar hukum PP Nomor 23 Tahun 2019 tentang Statuta UIII. "Baik Rektor UI maupun UIII diduga kuat melanggar hukum, statuta kampus."
Diketahui, kampus UIII baru akan beroperasi pada September 2021. Untuk itu Ubaid bilang "harus menjadi contoh yang baik. Apalagi, ini adalah kampus international yang digadang-gadang oleh presiden sebagai pusat peradaban dunia Islam. Karena itu, rektornya pun harus punya integritas yang tinggi."
Masih menurut Ubaid, rektor UI dan UIII ini seperti fenomena gunung es. Ia menduga masih banyak kemungkinanan rangkap jabatan ini juga dilakukan oleh rektor-rektor di kampus lain. "Hanya saja publik tidak tahu dan mereka masih menyembunyikan."
Menggadai muruah kampus
Ubaid punya dua alasan pertama mengapa kedua rektor tersebut harus didesak mundur. Pertama, kampus adalah institusi yang berperan sebagai moral force, tempat dimana gerakan moral dan pendidikan karakter para pemimpin bangsa ditempa.
"Apa jadinya jika kalangan intelektual di kampus mencohtohkan perilaku yang tidak bermoral dengan melakukan tindakan yang jelas dilarang dalam peraturan. Ini tentu hal buruk yang harus dihindari," ujar Ubaid.
Kedua, menurut Ubaid, kampus juga berperan besar dalam kontrol sosial. Ketika rebut-ribut soal pollitik yang sarat kepentingan, seringkali gerakan kampus dan juga para rektor menyatakan sikap dan terlibat dalam perseteruan menjadi penengah dan juga menegakkan prinisp-prinsip keadilan serta berpihak pada yang lemah.
"Karena itu, peran-peran kampus dan pemimpinnya (rektor) seharusnya tidak tergadai dengan iming-iming jabatan atau kepentingan politik yang mempengaruhinya," ujarnya.
BACA JUGA:
Selain itu, Ubaid juga menyayangkan mengapa Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membiarkan kasus-kasus ini banyak terjadi. Padahal seharusnya kedua lembaga tersebut dapat mendeteksi lebih dini dan meniadakan soal kasus rangkap jabatan ini.
"Namun nyatanya, ini banyak terjadi. Dan publik juga jadi menduga, jangan-jangan BI dan OJK melakukan pembiaran," sebut Ubaid.