Eikjman Sebut Terapi Plasma Konvalesen Jadi Harapan Penanganan COVID-19
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Biologi Molekuler Eijkman melakukan studi bersama Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto dan PT Biofarma. Hasilnya studi ini kemudian menyebut terapi plasma konvalesen (TPK) menjadi salah satu harapan untuk menangani pandemi COVID-19.

"Di tengah ketidakpastian pengobatan untuk COVID-19, TPK telah muncul sebagai harapan untuk penanganan penyakit ini," demikian dikutip dari Instagram resmi mereka @eikjmaninstitute pada Senin, 5 Juli.

Dalam studi berjudul Convalescent Plasma Therapy in Patients With Moderate-to-Sever COVID-19: A study from Indonesia for clinical research in low-and-middle income country, LBM Eijkman bersama dua lembaga lain ini menjelaskan keamanan dan potensi TPK untuk mengobati pasien COVID-19. Selanjutnya, studi ini sudah dipublikasi di jurnal ilmiah Lancet EClinical Medicine.

Eijkman menyebut plasma konvalesen dari seseorang yang sembuh dari COVID-19 dipisahkan menggunakan teknik bernama Plasmapheresis. Plasma inilah yang memberikan kekebalan pasif kepada pasien yang sedang terpapar virus.

"Dengan adanya antibodi tambahan yang spesifik terhadap virus SARS-CoV2 ini tubuh kemudian mendapatkan amunisi ekstra untuk melawan virus," ungkap mereka.

Pada prosesnya, Eijkman merekrut 11 pendonor plasma dan 10 pasien yang terpapar COVID-19. Peneliti kemudian mencatat perubahan berbagai penanda biologis seperti jumlah virus.

Tak hanya itu, konsentrasi C-Reactive Protein dan jumlah antibodi penetralisir virus SARS-CoV-2 juga menjadi perhatian para peneliti selama empat minggu. "Ada tren penurunan jumlah virus setelah pasien terjangkit COVID-19 diberikan plasma konvalesen," tulis akun Instagram tersebut.

Dari penelitian ini, terapi plasma konvalesen bisa diberikan karena menunjukkan keamanan dan potensi efektivitas. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan peran masyarakat dalam pelaksanaan dan penggunaan TPK pada lingkup yang lebih luas.

Namun, pemberian terapi ini harus diberikan kepada pasien COVID-19 pada tahapan fase awal atau dini.

"Pemberian TPK seharusnya dilakukan pada fase dini COVID-19 sebelum penyakit ini berkembang lebih lanjut ke tahap berikutnya," tulis Eijkman.